Utamakanlah Ilmu

(وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤)  (النجم: ٣-٤

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.  Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),”

Hampir seribu lima ratus tahun silam, Nabi Muhammad SAW wafat. Namun, hingga kini kita masih tetap bisa membaca dan “mendengarkan” sabda-sabda beliau. Beliau seolah masih hadir membimbing kita, menuntun, bahkan telah sejak lama membaca apa yang akan terjadi pada kita; umat beliau satu millenium lebih selepas beliau diutus.

Nabi mampu melihat masa depan, sebagai mana beliau mampu dengan indah bercerita tentang kisah-kisah umat-umat terdahulu. Tentang kejadian-kejadian kecil dalam kehidupan Bani Israil, misalkan. Sebagaimana yang dapat kita temukan dalam beragam kitab-kitab hadis, jika kita telaah. Kisah-kisah tersebut beliau ceritakan, menjadi pelajaran, juga renungan bagi para sahabat beliau.

Beliau juga membaca tentang hari esok. Beliau menjanjikan kerajaan besar Persia dan Romawi seutuhnya akan menjadi milik umat muslim. Sebuah berita yang terkesan mustahil, sebab saat itu umat islam barulah membentuk suatu komunitas kecil. Komunitas yang bahkan tak begitu diperhitungkan keberadaannya. Kekuatan masih lemah, tak memiliki tanah, apalagi armada militer. Ditambah lagi, saat itu dakwah masih terhalang kelompok kafir Quraisy sebagai musuh utama.

Tatkala Kisra, Persia masih menjadi kerajaan adidaya yang hanya mampu disaingi bangsa Romawi, sabda beliau terdengar seperti “candaan”. Kala itu beliau mengutarakan kepada Suraqah bin Malik, “Wahai Suraqah, bagaimana jika engkau memakai gelang kebesaran Kisra?”. Dan ucapan itu tidaklah luput. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, sahabat Umar RA diangkat menjadi khalifah. Saat itu pasukan muslim berhasil meruntuhkan kekuasaan kerajaan Kisra, Persia. Tentara muslim menuai keberhasilan telak. Mereka mampu memboyong banyak sekali harta rampasan perang. Termasuk diantaranya adalah mahkota dan gelang kebesaran kerajaan Kisra. Oleh sahabat Umar RA, gelang itu dipakaikan sesaat kepada Suraqah bin Malik, sebagai pembuktian atas sabda Nabi Muhammad SAW. Pembuktian bahwa Nabi tidak pernah berdusta.

Tatkala ibukota Bizantium, Konstantinopel ditaklukkan oleh bangsa Turki, itu bukanlah sebuah kebetulan. Jauh sebelum itu, Nabi pernah menjanjikan kota itu akan menjadi milik orang islam. Kelak, sabda Nabi, dibawah panji-panji pemimpin terbaik, dan bendera-bendera tentara muslim terbaik, kota itu akan takluk.

Kita masih dapat membaca beragam nasihat dalam hadis-hadis beliau. Sepintas memang terlihat beliau tujukan untuk para sahabat pada hari itu. Akan tetapi, nasihat-nasihat dan pesan-pesan itu hakikatnya “abadi” dan ditujukan kepada siapapun. Bahkan kepada umat beliau yang hidup terpaut hingga beberapa abad. Dari bahasa yang kentara, beliau telah membaca banyak hal dan perubahan besar yang akan terjadi pada umat beliau. Secara tidak langsung, bahasa yang beliau gunakan memang adalah untuk kita. Kita yang hidup hari ini. Di zaman ini. Sahabat ‘Abdullah ibn Mas’ud meriwayatkan suatu hadis,

وقال صلى الله عليه وسلم إنكم أصبحتم في زمن كثير فقهاؤه قليل قراؤه وخطباؤه قليل سائلوه كثير معطوه العمل فيه خير من العلم وسيأتي على الناس زمان قليل فقهاؤه كثير خطباؤه قليل معطوه كثير سائلوه العلم فيه خير من العمل

Nabi SAW bersabda; kalian semua (para sahabatku) berada di zaman yang banyak para ahli fikihnya (ulama), sedikit ahli membaca Alquran, dan orang yang pandai bicara. Sedikit para peminta-minta, banyak para pemberi. Amal pada masa ini lebih baik daripada ilmu.dan kelak akan datang, masa dimana sedikit ahli fikihnya, banyak orang yang pandai bicara, sedikit yang memberi, dan banyak yang meminta. Ilmu akan lebih utama daripada amal.

Meskipun hadis ini tidak sampai berstatus shahih, namun masih bisa kita pakai sebagai bahan renungan. Pada zaman nabi diisi oleh orang-orang yang masih “berfikir sederhana”. Meskipun tak banyak orang yang pandai bicara dihadapan umum, dan jarang sahabat yang mau berfatwa, tak lantas berbanding lurus dengan kenyataan bahwa sedikit orang yang mengerti agama. Dulu, masa Nabi Muhammad SAW tetap disebut sebagai masa yang terbaik. Karena pada waktu itu, mudah kita temukan ahli ilmu yang sejati.

Mengapa Kita Lebih Mendahulukan Ilmu

Salah satu yang ditekankan dalam hadis diatas, adalah pesan tersirat untuk senantiasa memperbanyak mencari ilmu. Syahdan, Imam Ahmad bin Hanbal, pernah mengaji bersama murid-muridnya. Tiba ditengah-tengah, terdengar suara azan. Dengan khidmat, beliau bersama murid-muridnya mendengarkan azan tersebut hingga selesai. Selesai azan berkumandang, para murid bergegas berbenah meninggalkan majlis ilmu, demi mendapat fadhilah salat di awal waktu. Bukannya mengizinkan, justru Imam Ahmad melarang. Mengaji lebih didahulukan, kata beliau. Bukannya amaliyah salat yang buru-buru dikejar, tapi sudah sejak lebih seribu tahun silam, mereka mendahulukan tholabul ‘ilmi.

Memang jika kita menelisik, tsamroh, buah dari ilmu adalah amaliyah. Tujuan utama orang belajar, salah satunya adalah agar dapat memiliki amaliah yang didasari ‘ilmiyah. Maka seharusnya yang lebih kita dahulukan adalah beramal. Karena apalah artinya suatu ilmu, jikalau tak pernah tersentuh untuk dilakukan.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, mudah sekali menemukan ahli ilmu. Hadis tersebut menjadi buktinya. Para sahabat dapat langsung menimba ilmu dari sumbernya, ada masalah apapun langsung dapat dimintakan fatwa kepada Nabi. Dalam bimbingan langsung Nabi tersebut, muncullah generasi-generasi emas, sebut saja sebagai contoh, sahabat Abdullah Ibn Mas’ud, sang perawi hadis diatas. Tak banyak tindakan penyimpangan, dan tak banyak perilaku yang keluar dari ajaran islam. Pantaslah kiranya, masa tersebut disebut sebagai era keemasan. Sesuai sabda Nabi,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ (متفق عليه

Umat manusia terbaik adalah kurunku, lalukurun setelahnya, dan setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak banyak orang yang gemar meminta, karena sikap zuhud mereka. Banyak yang suka memberi karena berlomba-lomba mengejar kebaikan. Maka sudah sepantasnya pada masa itu, amaliyah lebih diutamakan, sebab ilmu sudah tersebar dimana-mana. Dan menuntut ilmu sebatas menjadi fardhu kifayah. Berbanding terbalik dengan saat ini, saat manusia berlomba-lomba menumpuk harta, dan menuntut ilmu sebagai wasilah mendapatkan kekayaan. Maka sedikit kita temukan, orang-orang yang benar-benar cakap dalam hal pemahaman agama. Qolîlun fuqohâuhu, sebagaimana sabda Nabi. Untuk membentengi diri, setidaknya kita harus mencari ilmu sebanyak-banyaknya.

Kita perlu takut, sebab beberapa sabda Nabi tentang tanda-tanda kiamat sudah mulai kita rasakan saat ini.

عن أنس ­ رضي الله عنه ­ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم، ويبث الجهل، وتشرب الخمر، ويظهر الزنى» رواه البخاري و مسلم

Dari sahabat Anas RA,Rasulullah SAW bersabda, sebagian tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, diminumnya arak, dan nampaknya perilaku zina.” (HR. Muslim)


إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا . رواه البخاري

Allah tidak mencabut ilmu secara tiba-tiba dari seorang hamba. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan wafatnya para ulama. Sampai suatu saat tatkala tak tersisa lagi orang ‘alim, umat manusia mengangkat para pemimpin yang bodoh. Lalu ketika mereka ditanyai, mereka menjawab dengan tanpa landasan ilmu. Maka tersesatlah umat manusia, dan menyesatkanlah mereka.” (HR. Bukhari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.