Dalam acara Halal Bi Halal dan pembukaan Jam’iyyah IKSALUJA (Ikatan Santri Luar Jawa) di Aula Al-Muktamar, 20 Juli 2018, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus menyampaikan sejumlah nasihat penting kepada para santri. Wejangan ini menekankan kesungguhan dalam menuntut ilmu, pengendalian hawa nafsu, serta pentingnya menjaga hati dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang tidak diridai Allah.
Baca juga: KH. An’im Falahuddin: Kesunahan Ziarah Rasulullah
Beliau menegaskan: “Menurut para Sufi ridho Allah juga bergantung pada ridho guru.”
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya adab santri terhadap guru, sebab ridho guru menjadi jalan menuju ridho Allah.
Cara Memperoleh Ilmu
KH. Abdullah Kafabihi juga mengingatkan: “Ilmu itu tidak mungkin didapatkan dengan santai-santai ataupun senang-senang.”
Baca juga: Dawuh KH. AHS. Zamzami Mahrus: Rajin Itu Riyadhoh
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwasannya ilmu hanya bisa kita raih dengan kesungguhan, kedisiplinan, dan perjuangan. Santri memliki tuntutan untuk berusaha keras dan tidak menyerah pada rasa malas.
Menghindari Hawa Nafsu
Beliau melanjutkan: “Hawa nafsu itu tidak ada kepuasan dan ketenangannya.”
Hawa nafsu adalah sumber kegelisahan. Untuk memperoleh ketenangan sejati, beliau menasihatkan: “Membaca al-Qur’an dan dzikir kepada Allah yang membuat hati bisa tenang.”
Baca juga: Dawuh KH. M. Anwar Manshur: Cara Bersyukur Seorang Pelajar
Sebagai pengingat, beliau menyampaikan pepatah Arab: “مَنْ جَدَّ وَجَدَ” (Barang siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil).
Akal yang Sehat
Dalam kesempatan itu beliau juga menyinggung bahwa akal adalah bagian penting dari diri manusia. Akal yang sehat tidak akan menyukai kebodohan, karenanya wajib dijaga dengan ilmu yang bermanfaat.
Lebih jauh, KH. Abdullah Kafabihi menekankan bahwa semua anggota tubuh akan dihisab, bahkan sesuatu yang sering dianggap remeh sekalipun. Beliau menegaskan: “Penciuman kita itu dihisab, -termasuk juga- seperti mencium bau wanginya wanita yang bukan mahrom.”
Menjaga Hati
Nasihat beliau berpuncak pada menjaga hati karena kedudukan hati sebagai pusat kehidupan ruhaniyah manusia. Beliau berkata: “Sumber kehidupan kita adalah hati; Bila mana hatinya baik maka perbuatan, perkataan dan akhlaknya juga akan baik. Hati adalah tempat pandangan Allah terhadap kita, ‘أَلْقَلْبُ مَحَالُ نَظْرِ اللهِ’.”
Baca juga: KH. Abdulloh Kafabihi: Ilmu adalah Fadlullah
Akhirnya, beliau menutup dawuhnya dengan menegaskan posisi santri sebagai pewaris nabi. “Orang yang punya ilmu (santri) maka mereka berpredikat seperti Anbiya’ (para nabi-red).”
Dengan begitu, santri tidak cukup hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga harus matang dalam spiritualitas dan akhlak.
Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo