Nasehat Hidup dalam Ilmu Nahwu

  • Hisyam Syafiq
  • Des 21, 2017

Nahwu adalah istilah bagi ilmu gramatika arab. Tema yang dibahas dalam ilmu tersebut ialah bagaimana menentukan posisi suatu kata dalam susunan kalimat, apakah ia subjek, objek, atau yang lain. Biasanya, dalam Nahwu, posisi ini ditentukan oleh perubahan di akhir tiap kata bahasa arab, bisa harakat, atau perbedaan huruf. Dalam  dunia pesantren, ilmu nahwu adalah sajian pokok seluruh santri agar bisa membaca serta memahami teks teks berbahasa arab, terutama kitab kuning para ulama salaf.

Selain sebagai penentu kata dalam susunan kalimat di atas, siapa sangka kalau teori ilmu nahwu juga kerap menjadi filosofi kehidupan sehari-hari.

Suatu ketika, seseorang mendatangi syaikhona Kholil Bangkalan. Ia bertanya sesuatu yang remeh sebenarnya, “Kiai, lebih utama manakah, antara makan langsung dengan menggunakan tangan atau dengan perantara sendok?” Bukannya menjawab secara langsung, beliau tiba-tiba mendendangkan satu bait nadzom alfiyyah ibnu malik, “wa fi ikhtiyari la yaji`ul mufashil idza ta`ata an yaji`al muttasil, (Selagi bisa mendatangkan dhomir muttasil (dhomir yang tersambung), tidaklah perlu mendatangkan dhomir munfasil (dhomir yang terputus))”. Dengan bait tersebut, Syaikhona Kholil memberi isyarat bahwa selagi masih bisa menggunakan tangan secara langsung, mengapa juga memakai perantara sendok?

Ada banyak sekali teori ilmu nahwu lainnya yang bisa kita jadikan pelajaran kehidupan, jika saj kita merenunginya lebih jauh. Seperti pembahasan i`rab, atau perubahan akhir kalimat, yang jumlahnya empat, yaitu rofa`, nashob, khofd, jazm.

Rafa` yang dalam segi bahasa bermakna luhur, memiliki tanda utama berupa dhommah, yang secara bahasa berarti kumpul atau bersatu. Artinya, kita akan mencapai derajat luhur apabila bersatu, tidak terpecah-belah.

Kemudian nashab yang bisa berarti upaya keras, yang mempunyai tanda utama fathah yang bermakna terbuka. Ini berarti bahwa jalan keluar dari persoalan-persoalan yang kita hadapi akan terbuka jika kita mau berupaya dengan keras.

Selanjutnya khafd yang secara bahasa bermakna rendah, dengan tanda utama kasroh yang artinya pepecahan. Dari khafd ini, kita dapat ambil pelajaran bahwa perpecahan dapat menjadikan seseorang rendah derajatnya.

Yang terakhir adalah jazm. Ia bisa diartikan tetap atau konsisiten. Tanda utamanya adalah sukun, yang berarti tenang. Kita ambil pelajaran bahwa konsisiten akan menimbulkan ketenangan.

Demikian beberapa contoh pengamalan teori ilmu nahwu untuk kehidupan sehari hari. Tertarik belajar Nahwu? Mondok yuk!

 

 

 

 

0

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.