Perayaan maulid Nabi adalah bentuk ucapan syukur kita kepada baginda Nabi saw. Sebab dengan hadirnya beliau di alam ini, berarti di mulainya lagi babak baru dari peradaban manusia, peradaban yang lebih beradab dari yang sebelumnya kelakuan manusia dan hewan tak jauh beda.
Terutama di abad milenial ini, zaman yang semakin jauh dari sumber terjernih penuntunnya.
Beliau hadir membawa misi teramat besar bagi umat manusia seluruhnya, yakni menyebarkan akhlak mulia, sudah selayaknya semua itu kita syukuri, sebagaimana perintah Allah “bersyukurlah kalian semua kepadaku dan jangan mengkufuriku”
Salah satu cara kita bersyukur yakni dengan merayakan kelahiran beliau.
Ada sebuah cerita yang mengagumkan mengenai perayaan maulid Nabi saw. cerita yang baru saja terjadi, sekitar awal abad 20 ini yakni kisah seorang ayah yang bekeinginan kuat dan anaknya.
Sang ayah adalah kepala keluarga dengan penghasilan minim dan hidup dengan sederhana bersama seorang anak dan istrinya, ia mempunyai kecintaan yang luar biasa kepada baginda nabi, rela berkorban apapun guna mereaksikan cintanya.
Pekerjaannya serabutan, tak punya penghasilan tetap untuk menutupi kebutuhan diri dan keluarga kecilnya, meskipun demikinan, ia mempunyai keteguhan yang kuat. Ia ingin bisa merayakan bulan kelahiran nabi yang ia cintai setiap tahunnya dengan cara ia akan menyisihkan rejeki yang ia peroleh di setiap harinya.
Separuh dari penghasilannya ia gunakan untuk menafkahi istri dan anaknya, separuhnya lagi ia tabung, untuk merayakan maulud nabi jauh hari nanti. Yang akan ia belikan makanan, minuman sandang dan apapun yang tujuannya tak lain karena untuk mewujudkan kecintaannya kepada baginda Nabi saw.
Kondisi ini berlangsung bertahun-tahun, iapun sukses mewujudkan cita-citanya untuk selalu bisa ikut andil dalam perayaan maulid nabi, meskipun dengan bermodal harta yang terbilang sedikit, namun membuatnya puas dan bersyukur.
Ia rela dengan kehidupannya yang pas-pasan, di tambah lagi kebutuhan keluarganya yang juga harus ia tanggung, asalkan dapat merayakan maulid Nabi.
Hingga pada suatu kesempatan, ia yang sudah berumur, sebagai orang yang saleh, yang di beri firasat benar oleh Allah, merasakan bahwa ia takkan berumur panjang lagi, ia takkan bisa lagi ikut merayakan maulid Nabi di tahun ini, padahal ia sudah siap sedia dengan sedikit tabungannya.
Tak ingin jerih payahnya mengumpulkan koin demi koin hilang begitu saja tanpa ada hasil, iapun memanggil anaknya guna bermandat sebelum pergi menghadap Sang Esa.
“anakku, aku berfirasat bahwa hidupku takkan lama lagi” katanya. Anaknya kaget mendengar perkataan ayah yang begitu ia cintai, ayah yang begitu sabar dengan kehidupan sederhananya dan selalu bersyukur.
“ayah sudah mengumpulkan uang yang kusimpan di kantong guna merayakan maulid nabi tahun ini” tandasnya lagi tak menghiraukan perasaan anaknya.
“Nanti kalau ayah sudah meninggal, gunakan uang itu seperti yang biasanya ayah lakukan” tak lama setelah itu sang ayahpun meninggal dengan menyisakan isak-tangis istri dan anaknya.
Selang beberapa hari, sang anak yang menggantikan posisi ayahnya untuk menanggung kebutuhan keluarga bermimpi, mimpi yang mengerikan.
[Bersambung]
32