Umat Islam mengakui, bahasa Arab adalah bahasa yang sangat luar biasa. Karena bahasa Arab sangat kompleks dan sulit digantikan dengan bahasa lain. Inilah salah satu keistimewaan bahasa yang dipakai oleh Al-Qur’an tersebut. Semuanya tidak terlepas dari proses nubuwwah nabi Muhammad Saw yang lahir di tanah Arab. Sehinnga sumber rujukan umat Islam setelah Al-Qur’an (baca:Hadis) juga menggunakan bahasa Arab. Para ulama penulis kitab klasik (mushonnifin) pun hampir keseluruhan menulis kitab-kitabnya menggunakan bahasa Arab pula.
Dari sini, kita bisa memberi kesimpulan bahwa hampir keseluruhan sumber untuk memahami agama menggunakan bahasa dari jazirah paling barat di benua Asia tersebut. Dengan demikian, bagi siapapun yang ingin memahami agama secara komprehensif harus mengerti dan menguasai tata bahasa maupun gramatika Arab. Syaikh Syarafuddin Yahya Al-Imrity mengatakan dalam kitabnya:
“Ilmu nahwu itu lebih utama dipelajari terlebih dahulu. Karena tanpa ilmu nahwu, kalam yang berbahasa Arab tidak mungkin diahami”.
Kitab Alfiyyah Ibnu Malik yang merupakan kitab kombinasi Nahwu dan Shorrof ini termasuk kurikulum Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo yang diajarkan mulai kelas I Tsanawiyyah hingga kelas II Tsanawiyyah. Kitab ini merupakan adikarya yang luhur dan monumental syech Jamaluddin Muhammd bin Abdulloh bin Malik yang berisi tentang kaidah-kaidah bahasa arab yang bermuara seputar ilmu nahwu dan horrof yang banyak dikaji di dunia pesantren dan fakultas-fakultas perguruan tinggi Islam. Bahkan kitab ini dijadikan landasan pengajaran literatur bahasa arab di universitas Al Azhar Kairo, Mesir.
Kitab yang memili nama asli Al-Khulashoh ini terdiri dari 1002 bait nadzom yang menggunakan bahar Rojaz (salah satu Wazan dari ragam bentuk syair Arab). Bukan rahasia lagi jika dalam memahami kalam nadzom yang global ini membutuhkan kejelian dan ketelitian dalam menempatkan posisi kata dan susunan tarkibnya yang tekadang acak dan sulit ditebak. Hal itu ditujukan supaya menghasilkan murod dan pemahaman yang benar dan sesuai dengan yang dikehendaki penulisnya.
Menyadari akan hal ini, banyak ulama besar yang berlomba-lomba menulis syarah (penjelasan) kitab Alfiyyah Ibnu Malik, antara lain Ibnu Hisyam, Muhammad Badruddin, Al-Murody, Al-Ainy, Ibnu Aqil, As-Suyuty, Al-Asymuni dan Al-Azary. Dari sekian banyak kitab syarah Alfiyyah, syarah Ibnu Aqil lah yang paling banyak beredar di pondok-pondok pesantren dan paling banyak dibaca oleh kaum santri di Indonesia.
Kitab setebal 203 halaman ini terbagi dalam 82 bab yang membahas secara runtut ilmu Nahwu dan dilanjutkan dengan pembahasan ilmu Shorrof, dengan diawali bab Kalam dan diakhiri bab Idhghom. Kitab syarah ini sangat sederhana dan mudah dicerna bagi para pemula yang ingin mempelajari kitab Alfiyyah Ibnu Malik. Kitab karangan syaikh Abdulloh Bahauddin bin Abdulloh bin Abdurrohim bin Abdulloh bin Aqil Al-Hasyimy ini banyak mendapat pujian dan apresiasi dari ulama-ulama ahli Lughot (bahasa) dan ulama-ulama ahli Hadis.
Mengapa bisa demikian?, karena bahasa yang digunakan beliau mampu menjelaskan maksud dari inti pembahasan nadzom dan mampu menguraikan bait-bait Alfiyyah Ibnu Malik secara metodologis. Sehingga terungkaplah apa yang dimaksud oleh kitab matan Ibnu Malik pada umumnya. Sebagai contoh, kami uraikan dalam syarah Ibnu Aqil halaman 13:
“Setelah Mushonif selesai membahas isim-isim yang dii’robi dengan menggunakan i’rob niyabah (penggantian), beliau melanjutkan mengenai pembahasan fi’il-fi’il yang dii’robi dengan menggunakan I’rob niyabah (penggantian). Hal ini m,nggunakan 5 contoh… dan seterusnya”.
Dari bahasa di atas sudah jelas bahwa penulis syarah Ibnu Aqil memberi isyarat bagi para pembaca untuk mengingat pembahasan sebelumnya. Dan cara tersebut sangat efektif untuk membantu para pemula untuk menambah pengetahuan, pemahaman, serta keterkaitan antara pembahasan yang satu dengan pembahasan yang lainnya dalam rentetan nadzom Alfiyyah Ibnu Malik. Selain itu, pemilihan bahasa yang digunakan begitu lugas dan mudah dicerna semua tingkatan, baik pemuala ataupun yang sudah mahir. Diakui ataupun tidak, masih belum banyak mengutip dan memasukkan pelbagai khilaf dan silang pendapat madzhab ulama-ulama Nahwu, seperti madzhab Bashroh, madzhab Kuffah, dan semacamnya.
Perjalanan kitab syarah Ibnu Aqil ini tidak berhenti sampai disitu. Terhadap syarah, ini banyak ulama menulis kitab Hasyiyah (komentar), antara lain Hasyiyah Athiyyah Al-Ajhury, Hasyiyah Al-Khudhory, dan Hasyiyah As-Syuja’iy. Kitab-kitab tersebutlah yang mengomentari dan menjelaskan lebih mendetail lagi terhadap apa yang telah dipaparkan dalam kitab syarah Ibnu Aqil. Dengan menjelaskan kembali kutipan-kutipan khilaf dan silang pendapat para ulama Nahwu dan Shorrof yang ada di dalamnya.
Intinya, kitab ini ingin membantu siapa saja yang ingin mengenal dan memahami kitab Alfiyyah Ibnu Malik secara lebih dekat dan tidak setengah-setengah. Para pembacanya akan dibuat terkesima dengan permainan bahasa penulisnya yang mampu menguraikan inti dan maksud dari nadzom kitab Alfiyyah Ibnu malik.[]
_______
Judul Asli: Syarah Ibnu Aqil Ala Alfiyyah Ibnu Malik
Penulis: Syaikh Abdulloh Bahauddin bin Abdulloh bin Abdur Rochim bin Abdulloh bin Aqil Al-Hasyimy
Penerbit: Al-Haramain
Tebal/Isi: 203 halaman
Peresensi: Nasikhun Amin (Pasuruan)
0