Rasulullah, Khadijah, dan Aisyah: Cinta Tak Bisa Kau Salahkan

Suatu hari, sayyidah Aisyah ra. merajuk. Hatinya dipenuhi rasa cemburu. Ia, yang memiliki panggilan sayang “Sang Kekasih Berpipi Merah” dari Rasulullah saw. itu heran. Keduanya telah berumah tangga demikian lama, tetapi mengapa ia tak jua mampu mengisi satu lubang asmara di hati Rasulullah?

Hari itu, ia ingin mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam.
“Wahai Rasulullah,” ia memberanikan diri menghadap sang suami. “Aku cemburu.”

“Engkau terlalu sering menyebut-nyebut namanya. Bukankah ia hanyalah seorang wanita tua?”

Tentu saja ini tentang sayyidah Khadijah ra. Istri pertama Rasulullah saw. dan satu-satunya sampai ajal memisahkan mereka berdua.

Pernikahan mereka adalah pernikahan yang “ganjil” menurut bangsa Arab waktu itu. Betapa tidak. Jarak usia keduanya terpaut jauh. Juga, Rasulullah adalah pemuda paling sempurna, sementara Khadijah adalah janda. Kala wafat, Khadijah telah berumur 65 tahun sedang Rasulullah masih berusia 50 tahun. Toh, Rasulullah masih dengan baik menyimpan kenangan saat-saat berdua.

Keberanian Aisyah hari itu adalah puncak kecemburuannya pada Khadijah. Telah bertumpuk peristiwa-peristiwa yang menunjukkan cinta Rasulullah pada Khadijah tidaklah usang. Suatu kali, Rasulullah menyembelih kambing. Bukannya dinikmati sendiri, beliau justru membagi-bagikannya kepada keluarga Khadijah. Di hari lain, sang suami menunjukkan rona-rona kerinduannya hingga membuatnya menggerutu, “Khadijah lagi, Khadijah lagi.”

Dan hari itu, ketika Rasulullah hendak keluar rumah dan menyebut-nyebut nama Khadijah, tak tahanlah Aisyah.

“Bukankah ia hanyalah wanita tua? Bukankah Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik?”

Ini bukan tentang cantik parasnya. Karena semasa Rasulullah muda, betapa banyak wanita yang lebih cantik untuk dinikahi. Bukan juga sekadar kesempurnaan jasmaniah lainnya. Betapa banyak perempuan muda yang berasal dari keluarga yang lebih kaya.

“Tidak Aisyah, tidak.” Rasulullah menatap sang Humaira’-nya dengan cinta nan teduh. Ia tahu, pertanyaan itu wujud dari seringnya Aisyah dirundung cemburu.

“Allah tak pernah menggantikan untukku yang lebih baik darinya.”


Di waktu lain, Rasulullah bahkan menyebutnya sebagai wanita sempurna. “Perempuan terbaik Tuhan di langit adalah Maryam binti Imran, dan perempuan terbaiknya di bumi adalah Khadijah binti Khuwailid.” Sayyidina Ali yang mendengarnya dan diamini oleh riwayat-riwayat yang lebih banyak.

“Aisyah, kau tahu. Khadijah mempercayaiku saat semua manusia mengingkariku. Ia membenarkan perkataanku kala semua orang menganggapku dusta. Ia melapangkanku dengan hartanya kala semua orang tak membantuku sepeserpun. Dan Allah memberiku keturunan darinya, yang tak diberikan oleh istri-istriku yang lain.”

Maka betapa murni dan indah cinta Rasulullah saw. kepada Khadijah, al-‘afifah al-thahirah, wanita suci yang selalu menjaga kehormatan.

Ah, cinta memang tak bisa salah.


Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqh as-Sirah an-Nabawiyah, Dar-Assalam, Kairo, h. 52-53.

One thought on “Rasulullah, Khadijah, dan Aisyah: Cinta Tak Bisa Kau Salahkan

  1. Riwayat yg paling shahih, sayyidah Khadijah SA, berusia 2 – 3 tahun selisihnya dg Rasulullah SAW, serta beliau gadis, ketika menikah dg Rasulullah SAW.
    5 wanita utama sesuai masanya, Asyiah binti Muzahim (istri fir’aun) Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Rasulullah SAW.

    Humairah bukan pipi kemerahan tapi sll menstruasi, salah seorang istri yang diancam akan diceraikan (surat at Tahrim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.