Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimanakah hukum mengisi baterai (ngecas) telepon seluler pada colokan daya yang ada di masjid? Apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan menurut syariat? Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
(Rijal- Bandung)
____________________
Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Ketika mampir di sebuah masjid, sering kali terlihat beberapa orang yang mengisi (Charging/ngecash) baterai hp pada colokan daya yang bertebaran di beberapa sisi masjid. Mengenai legalitas hukumnya, dalam kitab Risalah al-Amajid dijelaskan:
أَقُوْلُ وَفُهِمَ مِمَّا ذُكِرَ نَقْلُ نَحْوِ الْمُكَبِّرِ لِلصَّوْتِ لِلْمَسْجِدِ وَاسْتِعْمَالُهُ لِغَيْرِ ذَلِكَ الْمَسْجِدِ غَيْرُ جَائِزٍ اللهم إِلَّا اِنِ اشْتَرَاهُ النَّاظِرُبِقَصْدِ إِيْجَارِهِ فَيَجُوْزُ اسْتِعْمَالُهُ لِلْغَيْرِ بِأُجْرَةٍ لَا مَجَانًا
“Aku berpendapat dari permasalahan yang telah disebutkan, yaitu memindah semacam pengeras suara milik masjid dan menggunakannya untuk keperluan selain masjid adalah tidak diperbolehkan. Kecuali Nazir membeli (semacam pengeras suara) itu dengan tujuan untuk menyewakannya, maka diperbolehkan bagi orang lain untuk menggunakannya dengan membayar ongkos sewa, tidak gratis”.[1]
Stop kontak atau colokan daya listrikyang tersedia merupakan fasilitas yang dimiliki oleh masjid, sama halnya seperti pengeras suara dalam keterangan yang dijelaskan di atas. Sehingga penggunaannya untuk charging atau ngecash telepon seluler tidak diperbolehkan serta berkonsekuensi kewajiban membayar ongkos sewa secara umum (ujroh mitsli) untuk menaksir ganti rugi atas daya listrik yang telah digunakannya.
Namun kewajiban tersebut bisa gugur apabila orang yang menggunakan daya listrik atau charger tersebut mendapatkan izin dari takmir masjid dan ia melakukan ibadah yang berhubungan langsung dengan masjid,seperti salat, iktikaf, dan sesamanya. []waAllahu a’lam
[1] Risalah al-Amajid, hal. 29
0