Berkenaan dengan kisah Israiliyat, para Mufasirin memiliki sudut pandang masing-masing. Pandangan yang akan diuraikan di bawah ini merupakan kajian yang telah diteliti secara mendalam oleh para ahli tafsir yang tidak diragukan lagi kredibilitas keilmuannya dalam bidang tersebut.
Pandangan yang memerinci kisah Israiliyat di antaranya:
a). Kisah Nabi Daud As. dalam kacamata Imam Baidlowi merujuk tafsir Surat Shod ayat 21-25
Imam Baidlowi mengungkapkan bahwa kisah yang bisa diterima ialah; Nabi Daud As. menyukai perempuan yang merupakan istri orang lain. Atau jika merujuk pada kemungkinan yang lain, jika kisah pandangan Nabi Daud As. terhadap wanita itu dikatakan benar, wanita tersebut hanya pada taraf dilamar oleh Uria, lalu Nabi Daud As. melamarnya.
Dalam uraian di atas, kemungkinan pertama bisa diterima mengingat rasa suka ialah hal manusiawi yang tidak memiliki konsekuensi atau batas pencegahan apapun. Kemungkinan yang kedua juga bisa dibenarkan. Mengingat melamar atas lamaran orang lain dilegalkan dalam syari’at Nabi Daud As. Selebihnya sebagaimana adanya upaya Nabi Daud As. “membunuh” Uria adalah kisah batil yang harus dibuang jauh-jauh.(1)
Ibnu Arabi menyatakan sebagaimana dicuplik Imam Abdul Wahab as-Sya’roni bahwa kesalahan Nabi Daud As. adalah mendongakkan kepala tanpa adanya suatu alasan syar’i sebagaimana setiap gerak-gerik kekasih Tuhan.(2)
b). Kisah Nabi Sulaiman As. menurut Ibnu Katsir mengurai tafsir Surat Shod ayat 34-40
Beliau mengakui bahwa sanad cerita ini kuat menuju Ibnu Abbas, namun beliau meragukan kevaliditasan jalur di atas Ibnu Abbas. Karena Ibnu Abbas memperoleh cerita ini dari ahli kitab yang beberapa di antaranya disinyalir tidak mengakui kerasulan Sulaiman As(3).
Alih-alih menggunakan kisah itu, Imam As-Showi dalam hasiyahnya atas Tafsir Jalalain menyatakan bahwa ayat itu membahas kisah yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim.
Suatu ketika Nabi Sulaiman As. menyatakan akan berhubungan badan dengan 90 dalam riwayat lain 100 istrinya dan akan melahirkan 100 pejuang fi sabilillah. Namun istri beliau hanya melahirkan seorang anak laki-laki yang diletakkan istri beliau di kursi beliau. Penyebabnya ialah beliau membuat pernyataan di atas tanpa terlebih dahulu mengucap insyaallah.
Beliau menyatakan bahwa frasa جَسَدَاdalam ayat: وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيْهِ جَسَدَا adalah jasad anak beliau, bukan jasad setan yang mengakui sisi kerajaan beliau. Tidak sampai di situ, beliau menyatakan kisah yang berkembang mengenai jin yang menyamar menjadi istri Nabi Sulaiman As. dan pada akhirnya berhasil mengakui sisi kerajaan beliau adalah kisah palsu.(4)