Dalam negara demokrasi, demontrasi damai adalah aktifitas legal yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak bermaslahat atau guna menyuarakan aspirasi rakyat. Menyuarakan aspirasi merupakan hak kebebasan mengemukakan pendapat yang dilindungi dilindungi undang-undang, bahkan mendapatkan payung hukum dari syariat. Sebagaimana pemaparan Dr. Abdul Qadir ‘Audah dalam kitabnya yang berjudul At-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami:
حُرِّيَّةُ الْقَوْلِ: أَبَاحَتِ الشَّرِيْعَةُ حُرِّيَّةَ الْقَوْلِ وَجَعَلَتْهَا حَقًّا لِكُلِّ إِنْسَانٍ …فَإِنَّ حُرِّيَةَ الْقَوْلِ لَيْسَتْ مُطْلَقَةً، بَلْ هِيَ مُقَيَّدَةٌ بِأَنْ لَا يَكُوْنَ مَا يُكْتَبُ أَوْ يُقَالُ خَارِجًا عَنْ حُدُوْدِ الْآدَابِ الْعَامَّةِ وَالْأَخْلَاقِ الْفَاضِلَةِ أَوْ مُخَالِفًا لِنُصُوْصِ الشَّرِيْعَةِ. .
“Kebabasan berpendapat: syariat melegalkan adanya kebebasan berpendapat dan menjadikannya sebagai hak bagi setiap manusia… Maka kebebasan berpendapat tidaklah mutlak. Akan tetapi dibatasi sekiranya apa yang ditulis atau diucapkan tidak keluar dari batas-batas etika secara umum dan budi pekerti yang baik atau tidak menyalahi aturan syariat.”[1]
Dengan demikian, menggelar aksi demontrasi dapat dibenarkan menurut syariat selama mematuhi aturan-aturan dan regulasi yang berlaku. Sebagaimana dijelaskan secara terperinci dalam undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Namun dalam beberapa keadaan tertentu, demostrasi ini akan menjadi haram apabila menyalahi syariat dan peraturan perundang-undangan. Di antaranya adalah keharusan menjaga ketertiban umum, tidak berpotensi pada aksi anarkis, tidak mengarah pada pelecehan terhadap pemerintah, bersih dari tindakan makar dan pemberontakan dan tindakan yang menyulut fitnah serta konflik horisontal. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam kitab al-Fiqh al-islami Wa Adillatuhu:
وَلَا يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ عَنِ الطَّاعَةِ بِسَبَبِ أَخْطَاءٍ غَيْرِ أَسَاسِيَّةٍ لَاتُصَادِمُ نَصًّا قَطْعِيًّا سَوَاءٌ أَكَانَتْ بِاجْتِهَادٍ أَمْ بِغَيْرِ اجْتِهَادٍ حِفَاظًا عَلَى وِحْدَةِ الْأُمَّةِ وَعَدَمِ تَمْزِيْقِ كِيَانِهَا أَوْ تَفْرِيْقِ كَلِمَاتِهَا
“Tidak diperbolehkan memberontak pemerintah sebab kesalahan yang tidak mendasar yang tidak menabrak nash qath’i, baik dihasilkan dengan ijtihad atau tidak, demi menjaga persatuan umat dan menghindari perpecahan dan pertikaian di antara mereka.”[2]
[]WaAllahu
a’lam
[1] Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, vol. I hlm. 242.
[2] Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-islami Wa Adillatuhu, vol. VI hlm. 705.