Rasulullah Saw. dan Sakaratul Maut

  • Maherisme
  • Okt 26, 2022

Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula) (QS Al-Zumar [39]: 30). Begitulah ketetapan Allah bagi hamba-hamba-Nya. Pada Senin shubuh, dua belas Rabiul Awal, 11 Hijriah, ketika orang-orang sedang menunaikan shalat shubuh di masjid yang diimami oleh Abu Bakar r.a., tiba-tiba kain yang menutupi jendela kamar Aisyah terbuka.

Rasulullah Saw. tampak dari belakang mereka, memandangi mereka yang sedang berada dalam shaf-shaf shalat. Beliau tersenyum, lalu tertawa. Abu Bakar mengira Rasulullah akan keluar untuk melaksanakan shalat bersama mereka, sehingga membuatnya ingin bergeser dan bergabung dengan shaf di belakangnya. Kaum Muslimin ingin membawa beliau dalam shalat karena gembira melihat Rasulullah Saw.

Namun, Rasulullah Saw. memberi isyarat dengan tangannya agar mereka melanjutkan shalat mereka, kemudian beliau kembali ke kamarnya dan menutup jendela. Ketika bubar dari shalat mereka, kaum Muslimin mengira Rasulullah Saw. telah sembuh.

Ternyata, itu adalah pandangan perpisahan dari Rasulullah Saw. untuk sahabat -sahabatnya. Rasulullah Saw. kembali ke kamar Aisyah lalu menyandarkan kepalanya ke dadanya (Aisyah). Saat itulah, sakaratul maut datang menghimpitnya. Aisyah mengungkapkan, “Di hadapan Rasulullah Saw. terdapat bejana berisi air. Beliau memasukkan kedua tangannya ke air lalu mengusapkannya ke wajahnya, lalu bersabda, ‘Tiada Tuhan selain Allah. Sesungguhnya dalam satu kematian terdapat beberapa sekarat.’”

Fatimah r.a., salah seorang putri Rasulullah Saw., ketika melihat ayahnya, berkata, “Betapa menderitanya, ayah.” Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Ayahmu tidak akan pernah menderita lagi setelah hari ini.”

Pasca Rasulullah Saw. Wafat

Berita wafatnya Rasulullah Saw. segera menyebar ke khalayak. Abu Bakar datang dengan mengendarai kuda dari tempat tinggalnya di Sunha. Dia kembali ke rumahnya setelah mengira bahwa Rasulullah Saw. telah sembuh. Setelah turun dari kudanya, dia langsung memasuki masjid, tidak berbicara kepada siapa pun hingga sampai ke kamar Aisyah. Dia membawa jasad Rasulullah Saw. yang terbungkus kain ke bagian depan rumah. Dia juga membuka wajahnya lalu bungkuk dan menciumnya. Abu Bakar menangis, lalu berkata, “Demi ayah dan ibuku, Allah tidak memberikan kepadamu dua kematian. Kematian yang telah dituliskan untukmu telah engkau alami.”

Kemudian, Abu Bakar r.a. keluar. Sementara itu, Umar r.a. berbicara di tengah orang banyak bahwa Rasulullah Saw. belum meninggal, tetapi beliau menemui Tuhannya, sebagaimana Musa bin Imran, dan Rasulullah Saw. tidak akan meninggal hingga Allah Swt. membinasakan orang-orang munafi k. Kemudian, Abu Bakar datang menemuinya, lalu berkata, “Tenang Umar. Diamlah!” Namun, Umar tetap melanjutkan ucapannya penuh emosi.

Melihat Umar tetap melanjutkan ucapannya, Abu Bakar mendatangi orang banyak, mereka mendatanginya sembari meninggalkan Umar. Abu Bakar menyatakan, “Hai manusia, siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, kini Muhammad telah meninggal. Dan, siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Swt. Mahahidup, tidak akan mati. Allah Swt. berfirman, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)?” (QS Âli ‘Imrân [3]: 144).

Para perawi dan ulama sepakat bahwa Rasulullah Saw. wafat pada usia enam puluh tiga tahun. Empat puluh tahun sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul. Tiga belas tahun beliau gunakan untuk berdakwah di Makkah, dan sepuluh tahun beliau habiskan di Madinah setelah hijrah. Rasulullah Saw. wafat pada awal tahun kesebelas Hijriah.

Sumber : Fiqh as-Sîrah an-Nabawiyyah Karya Dr. Said Ramadhan Al-Buthy

Baca juga : Warna-warni Tarekat di Nusantara

1

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.