Memetik Buah Tasawuf: Budi Pekerti Mulia

Mengenal Tasawuf

Motif kemunculan tasawuf bermula sejak abad ke-1 Hijriyah, sebagai bentuk perlawanan terhadap penyimpangan ajaran Islam yang dinilai sudah di luar ambang batas syariat. Sebab, kala itu Islam sering digunakan hanya sekadar untuk melegitimasi ambisi pribadi sebagian kalangan. Oknum tak bertanggungjawab itu tidak segan-segan menampik sisi-sisi ajaran Islam yang tidak sesuai dengan kehendak pola hidup mereka. Sejak masa itulah, kemudian gencar disuarakan pembaharuan di kalangan umat Islam guna mengembalikan pesan orisinil dan sakral yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Sedangkan istilah tasawuf menurut para pakar, didefinisikan dengan ragam pengertian dalam berbagai referensi. Kata ini biasanya dirujukkan kepada beberapa kata dasar, termasuk di dalamnya adalah shaff (baris, dalam salat) karena para sufi dianggap selalu berada dalam barisan pertama. Atau shuf, yakni bahan wol atau bulu domba kasar yang identik dengan pakaian yang dikenakan kaum sufi. Atau juga ahl as-shuffah, yakni para zahid (asketis) dan abid (ahli ibadah) yang tidak memiliki rumah serta keseharian mereka tinggal di serambi masjid Nabi Saw. Meski begitu, jika melihat akar etimologi istilah ini, maka kata tasawuf berasal dari tashawwafa, yatashawwafu, tashawuf, yang bermakana proses pemurnian.

Merujuk Ahmad Muhammad Zaruq, bila kita mengumpulkan berbagai definisi tasawuf akan ditemukan lebih dari 2000 definisi. Meski demikian, Syaikh Abdul Halim Mahmud memilih definisi al-Kattani sebagaimana berikut:

التَّصَوُّفُ هُوَ صَفَاءٌ وَمُشَاهَدَةٌ

“Tasawuf adalah kebeningan hati dan penyaksian (terhadap Allah).”

Pilihan Guru Besar Universitas al-Azhar yang dijuluki sebagai “Al-Ghazali Abad ke-20” ini setidaknya dibangun atas argumen bahwa definisi demikian telah menghimpun dua kutub kondisi batin yang menjadi bangunan kesempurnaan definisi tasawuf, yaitu shafi atau kebeningan hati yang menjadi wasilah wushul ilallah dan musyahadah (penyaksian terhadap Allah) yang menjadi tujuan akhir.

Buah Tasawuf: Akhlak Mulia

Hujjah al-Islam Imam al-Ghazali (w. 505 H), dalam karya monumentalnya mengutip Syaikh Muhammad bin Ali al-Kattani beliau pernah berujar:

التَّصَوُّفُ خُلُقٌ فَمَنْ زَادَ عَلَيْكَ فِيْ الْخُلُقِ زَادَ عَلَيْكَ فِيْ التَّصَوُّفِ

“Tasawuf adalah akhlak yang baik. Maka siapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti dia melebihimu dalam tasawuf.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.