Gema Suara Tarhim

Di kalangan masyarakat umum, mereka tidak asing lagi dengan istilah yang disebut Tarhim. Biasanya, suara Tarhim bergema melalui radio maupun kaset yang diputar dengan pengeras suara di masjid atau surau sekitar enam sampai tujuh menit sebelum adzan subuh.

Di bulan Ramadhan, gema Tarhim dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanda permulaan waktu Imsak (menahan dari makan dan minum). Di luar bulan Ramadhan, lantunan suara tersebut bermanfaat untuk membangunkan mereka yang hendak melakukan ibadah shalat subuh.

Sudah menjadi realita, kebiasaan serta adat istiadat yang ada di masyarakat seperti ini tidak akan pernah terlepas dari polemik, baik pihak yang pro ataupun yang kontra. Adapun pihak yang menilai negatif lantaran suaranya yang kadang begitu keras sangat mengganggu, terutama mereka yang membutuhkan istirahat di jam-jam tersebut. Namun di lain pihak, justru banyak yang menganggapnya sebagai tindakan yang positif karena dapat membantu membangunkan dan mengingatkan dalam rangka beribadah.

Terkait problematika yang menjamur ini, sebenarnya para ulama salaf telah membahasnya jauh-jauh hari sebelum polemik baru itu muncul di permukaan. Salah satunya adalah syekh Abdurrahman Al-Jaziri memaparkan dalam kitab Al-Fiqhu ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah sebagai berikut:

أّمَّا التَّسَابِيْحُ وَالْاِسْتِغَاثَاتُ بِاللَّيْلِ قَبْلَ الْأَذَانِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّهَا لَا تَجُوْزُ، لِأَنَّ فِيْهَا إِيْذَاءً لِلنَّائِمِيْنَ الَّذِيْنَ لَمْ يُكَلِّفُهُمُ اللهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّهَا تَجُوْزُ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّنْبِيْهِ، فَهِيَ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ عَلَيْهَا ضَرَرٌ شَرْعِيٌّ، وَالْأَوْلَى تَرْكُهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ الْغَرْضُ مِنْهَا إِيْقَاظُ النَّاسِ فِيْ رَمَضَانَ، لِأَنَّ فِيْ ذَلِكَ مَنْفَعَةً لَهُمْ

Adapun mengenai bacaan tasbih dan istighosah pada malam hari sebelum adzan, sebagian ulama ada yang mengatakan tidak diperbolehkan. Karena terdapat unsur mengganggu terhadap orang-orang yang tidur yang pada dasarnya tidak terkena taklif (tuntutan syariat) dari Allah. Namun sebagian lagi ada yang mengatakan diperbolehkan, karena perkara tersebut tergolong memperingati hal yang baik. Meskipun tidak ada dampak negatif yang ditolerir syariat, kebiasaan ini lebih baik ditinggalkan kecuali ada tujuan yang baik, seperti membangunkan orang pada bulan Ramadhan. Hal yang demikianlah yang sangat bermanfaat bagi mereka” (lihat: Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, I/309, cetakan Darul Fikr).

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa memutar radio atau kaset yang berisi bacaan Al-Qur’an atau semacamnya sebelum waktu subuh dapat dibenarkan menurut kacamata Fiqih. Bahkan kebiasaan tersebut tergolong hal yang dianjurkan, memandang kemanfaatan yang didapat lebih besar daripada dampak negatif yang ditimbulkannya. Andai terjadi hal-hal negatif, tentunya masih tergolong kewajaran yang masih ditolerir oleh syariat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.