LirboyoNet, Kediri – Haris, salah satu santri Pondok Pesantren Lirboyo melewati gerbang pondok dengan senyum tersungging. Pasalnya, sore itu (13/10/2015) dia bisa menghirup udara di luar pesantren. Bersama teman-temannya yang lain, langkahnya ringan menuju Masjid Agung Kota Kediri yang berjarak kurang lebih 3,5 km dari lokasi pondok.
Kesempatan ini hanya bisa didapat setahun sekali, hanya saat Istighotsah Akhir dan Awal Tahun Hijriyah. Itupun terbatas mulai pukul 16.00 sampai 20.30 Istiwa’ saja. Meski begitu, tetap tak mengurangi keriangan di muka ribuan santri.
Acara pada sore itu berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Didahului dengan sambutan-sambutan, kemudian ceramah agama oleh KH. Anwar Iskandar SQ, pengasuh ponpes Assaidi’yyah dan ponpes Al-Amien Ngasinan, Rejomulyo, Kediri. “Kita sebagai jamaah terbesar di Indonesia, memikul tanggung jawab yang berat dalam memelihara Indonesia,” ungkap beliau. “Sekularisme itu berbahaya. Liberalisme juga berbahaya. Ini yang harus menjadi perhatian kita. Jangan sampai i’tiqad kita tergerus dan pelan-pelan mengikuti mereka,” tegas beliau terkait isu-isu yang berkembang mengenai banyaknya aliran keliru yang sedang merebak di Indonesia.
Sebelum acara dikabarkan akan ada testimoni singkat dari perwakilan pengurus PWNU Jatim terkait wacana Hari Santri yang ramai akhir-akhir ini. Namun, acara ini dibatalkan karena yang bersangkutan berhalangan hadir.
Setelah salat maghrib, KH. Anwar Manshur memulai istighotsah awal tahun, yang kemudian diikuti secara serempak oleh para jamaah. 21 kali ayat kursi dibaca sebagai pengantar para jamaah untuk menyambut tahun baru. “Kulo sing ndungo, sampean sing ngamini nggeh, (Saya yang berdoa, kalian yang mengamini ya)” dawuh beliau sesaat sebelum berdoa awal tahun, meskipun kemudian banyak terlihat jamah yang masih juga ikut membaca doa.
Kembang api disulut begitu jamaah salat isya selesai dilaksanakan. Memang tidak se-spektakuler pesta kembang api tahun baru masehi. Tapi paling tidak, langit cerah di malam itu semakin indah dengan warna-warni. Dan ini membuat para santri enggan pulang terlebih dahulu. “Sek toh. Nyantai-nyantai dulu. Dinikmati dulu kembang apinya. Jarang-jarang nih bisa lihat kembang api,” elak Haris, saat rekannya mengajak pulang. ][
0