Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW pernah bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى القَذَاةُ يُخْرِجُهَا الرَّجُلُ مِنَ الْمَسْجِدِ، وَعُرِضَتْ عَلَيَّ ذُنُوبُ أُمَّتِي، فَلَمْ أَرَ ذَنْبًا أَعْظَمَ مِنْ سُورَةٍ مِنَ القُرْآنِ أَوْ آيَةٍ أُوتِيهَا رَجُلٌ ثُمَّ نَسِيَهَا
“Semua pahala umatku ditunjukkan kepadaku bahkan sampai sekecil debu yang dikeluarkan oleh seseorang dari masjid. Dan juga semua dosa umatku ditunjukkan. Aku tidak melihat sebuah dosa yang lebih besar dibandingkan surat atau ayat yang diberikan kepada seseorang kemudian ia melupakannya. ” (Lihat: Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, V/28)
Dari hadis tersebut, banyak para ulama yang mengkategorikan lupa akan hafalan Al-Quran sebagai bagian dari dosa besar. Sebagaimana kita ketahui, bahwa lupa akan ayat-ayat Al-Quran yang telah kita hafalkan hukumnya haram. Baik yang hafal sebagian ayat, surat atau seluruh Al-Quran, apabila lupa yang ia alami disebabkan karena meremehkan dan malas. Sebagaimana penjelasan Syekh Zakaria al-Anshari dalam kelanjutannya:
وَنِسْيَانُهُ كَبِيرَةٌ وَكَذَا نِسْيَانُ شَيْءٍ مِنْهُ
(قَوْلُهُ وَنِسْيَانُهُ كَبِيْرَةٌ) مَحِلُّهُ إذَا كَانَ نِسْيَانُهُ تَهَاوُنًا وَتَكَاسُلًا
“Lupa hafalan Alquran adalah dosa besar. Begitu juga lupa hafalan sebagian ayat dari Alquran.
(Keterangan lupa hafalan Alquran adalah dosa besar) Apabila ia lupa karena meremehkan dan malas.” (Lihat: Zakaria al-Anshari, Asna al-Mathalib, I/64)
BATASAN LUPA
Namun, keharaman tersebut tidaklah mutlak. Ada batas tertentu yang menjadikan lupa hafalan Alquran mencapai titik haram dan ada pula yang tidak sampai haram. Sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kumpulan fatwanya:
أَنَّ الْمُرَادَ بِالنِّسْيَانِ الْمُحَرَّمِ أَنْ يَكُونَ بِحَيْثُ لَا يُمْكِنُهُ مُعَاوَدَةُ حِفْظِهِ الْأَوَّلِ إلَّا بَعْدَ مَزِيدِ كُلْفَةٍ وَتَعَبٍ لِذَهَابِهِ عَنْ حَافِظَتِهِ بِالْكُلِّيَّةِ، وَأَمَّا النِّسْيَانُ الَّذِي يُمْكِنُ مَعَهُ التَّذَكُّرُ بِمُجَرَّدِ السَّمَاعِ أَوْ إعْمَالِ الْفِكْرِ فَهَذَا سَهْوٌ لَا نِسْيَانٌ فِي الْحَقِيقَةِ فَلَا يَكُونُ مُحَرَّمًا… نَعَمْ الْمَرَضُ الْمُشْغِلُ أَلَمُهُ لِلْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْمُضْعِفُ لِلْحَافِظَةِ عَنْ أَنْ يَثْبُتَ فِيهَا مَا كَانَ فِيهَا لَا يَبْعُدُ أَنْ يَكُونَ عُذْرًا؛ لِأَنَّ النِّسْيَانَ النَّاشِئَ مِنْ ذَلِكَ لَا يُعَدُّ بِهِ مُقَصِّرًا
“Sesungguhnya yang dikehendaki dengan lupa (Nisyan) yang diharamkan ialah sekiranya seseorang tidak mungkin mengembalikan hafalannya yang dulu. Kecuali dengan usaha ekstra karena hafalannya benar-benar hilang. Adapun lupa yang masih memungkinkan untuk mengingat dengan sekedar mendengarkan atau berpikir maka hal tersebut dikenal dengan istilah Sahwun, dan hukumnya tidak haram… Meskipun demikian, sakit yang dapat mengganggu hati atau lisan serta melemahkan otak untuk menjaga hafalan maka tidak dianggap sebagai uzur. Karena lupa yang disebabkan oleh penyakit semacam itu tidak menjadikan dianggap sebagai orang yang ceroboh. ” (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, I/36)
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Nisyan dan Sahwun sama-sama memiliki arti lupa namun perbedaannya adalah Nisyan memiliki tingkatan yang lebih tinggi sehingga hukumnya haram. Begitu juga seseorang bisa dianggap berdosa apabila ia lupa hafalan Alquran dikarenakan kecerobohan yang timbul darinya. []WaAllahu a’lam
Anda juga bisa membaca artikel:
RAHASIA ABU HURAIRAH HAFAL 5374 HADIS
dan Anda juga bisa mensubscribe:
Pondok Pesantren Lirboyo
# BATASAN LUPA ALQURAN
# BATASAN LUPA ALQURAN
Klw dengan kondisi seperti ini bagaimana?, di pondok ada kewajiban menghafal nadzom dan lebih memprorioritaskan, sedangkan hafalan qurannya. Di selingi dengan mengulang² nya baik dengan membaca atau bil ghoib tanpa melihat. Tetapi masih ada keniatan untuk melanjutkan hafaln ketika madrasah selesai.Apakah masalah seperti ini masuk dalan nisyan atau syahwun.