Lagi,topik Islam Nusantara menjadi trending topik di banyak kalangan belakangan ini. Ide Islam Nusantara digadang-gadang menjadi produk yang bisa menjadi potret Islam yang ramah dan rahmatan lil ‘alamin. Ungkapan tersebut tidak berlebihan, melihat kenyataan bahwa gagasan-gagasan yang termuat dalam ide Islam Nusantara disarikan dari ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para Wali Songo yang notabene merupakan pembawa ajaran Islam ke Indonesia.
Dan jika ditelaah lebih dalam lagi, ternyata paham Islam Nusantara tidak bertentangan sama sekali dengan ajaran serta syari’at Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kendati demikian, ide Islam Nusantara tetap menuai kontroversi dan hujatan dari beberapa kalangan, utamanya dari kalangan radikal dan liberal yang merasa cukup terusik dengan kehadiran paham moderat semacam ini.
Hal Ini merupakan sesuatu yang sangat wajar. Karena kemunculan paham moderat seperti Islam Nusantara memang merupakan jawaban atas keprihatinan maraknya paham radikal dan liberal yang dikhawatirkan akan merusak ideologi serta citra baik umat Islam.
Dan harus diakui bahwa sejak kemunculan ide Islam Nusantara, kalangan radikal dan liberal semakin getol dan gigih menyebarkan paham-paham mereka, entah itu melalui situs sosial media ataupun melalui kegiatan lapangan yang bertopeng kegiatan sosial kemasyarakatan.
Lalu, yang jadi pertanyaan, tindakan apa yang harus dilakukan untuk meneguhkan paham Islam Nulantara di saat seperti ini? Karena harus diakui jika tidak ada tindakan nyata untuk meneguhkannya, maka paham moderat semacam Islam Nusantara hanya akan menjadi sebatas wacana hampa yang tidak memiliki kontribusi apapun pada dunia Islam.
Salah satu langkah yang perlu diwacanakan dalam keadaan seperti ini adalah itba ‘uman salaf, yakni pembiasaan untuk melestarikan budaya luhur para ‘Ulama’ terdahulu serta mengikuti kebiasaan mereka, mulai dari tahlilan, yasinan, bahtsul masa ‘il hingga pengajian kitab kuning di pesantren.
Bukan hal aneh jika hal semacam ini perlu diwacanakan, karena diakui atau tidak, sebenarnya Islam Nusantara merupakan produk ijtihad yang dihasilkan dari kebiasaan dan budaya para ‘Ulama’ terdahulu. Sehingga salah satu cara ampuh dan kompatibel untuk meneguhkannya adalah dengan mengikuti budaya mereka.
Dan bagaimana mungkin kita bisa memisahkan Islam Nusantara dari budaya para ‘Ulama’ terdahulu? Dan jika tidak mengikuti ‘Ulama’ terdahulu, lalu siapa yang lebih layak untuk kita ikuti?
Alasan lain yang menjadi dasar kuat dari urgensi itba’u man salaf (mengikuti jejak pendahulu) dalam peneguhan Islam Nusantara adalah fakta bahwa Islam dikenalkan dan diajarkan melalui sesuatu yang praktis bukan teoritis.
Sahabat pada masa itu diperintah untuk mengikuti perilaku dan cara hidup (sunnah) Rasulullah SAW. bukan diperintah untuk belajar teori, karena pada dasarnya ajaran Islam memang bersifat aplikatif.
Begitupun Rasulullah, dalam mengajarkan Islam beliau lebih mengedepankan uswah hasanah. Hal ini tampak dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban, Imam Al-Baihaqi serta Imam Ad-Daruquthni, yang artinya “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”. Jika para sahabat meneguhkan Islam dengan mengikuti Rasulullah SAW.
maka tidaklah berlebihan jika cara untuk meneguhkan Islam Nusantara adalah dengan mengikuti serta melestarikan kebiasaan ‘Ulama’ terdahulu. Jika kita berkaca pada sejarah Islam di bangsa kita sendiri, kita akan menemukan hal serupa yang dilakukan oleh Wali Songo. Para Wali Songo mengenalkan dan menyebarkan Islam di Indonesia dengan sesuatu yang praktis bukan teoritis.
Dan dengan cara seperti ini, jika kita jujur secara sejarah, Islam telah sukses dibumikan di Indonesia. Sehingga jika Islam telah sukses dikenalkan dengan cara seperti ini, maka sangat layak cara ini digunakan untuk meneguhkannya kembali.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Al-Mahally “Jika mampu untuk memulai maka lebih mampu untuk mengulangi ” Selain itu, langkah-langkah dzohiriyah semacam ini merupakan hal praktis yang bisa diterima semua kalangan, bahkan kalangan awam.
Melalui kegiatan lahiriyyah ini pula kita bisa menggiring umat Islam secara perlahan untuk mengenali Islam Nusantara lebih dalam. Sebab jika ditekankan pada aspek teoritis, dan mengesampingkan aspek praktis, belum tentu hal tersebut bisa langsung siap diterima semua kalangan.
Sehingga hanya akan menjadi hal prematur, Apalagi dengan tindakan yang perlahan semacam ini, meski butuh waktu yang cukup lama untuk terlihat hasilnya, respon penolakan bisa lebih diminimalisir dan jauh lebih mudah diterima oleh khalayak umum.
Dan sudah menjadi hal yang maklum, sesuatu yang ditancapkan sedikit demi sedikit akan lebih sulit untuk dicabut. Konklusinya, itba ‘u man salaf merupakan jawaban sekaligus solusi yang kompatibel untuk mengatasi krisis radikalisme yang mengancam Islam Nusantara.
Ditulis Oleh: Muhammad Fajrul Falah FA.