Investasi Dana Haji

Rumusan Hasil Bahtsul Masail Perdana Kelas I Aliyah

Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Tahun Ajaran 2017-2018 M.

Deskripsi Masalah:

Dalam keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia IV tahun 2012 menghasilkan rumusan tentang status kepemilikan dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang masuk daftar tunggu (waiting list). Dana setoran BPIH bagi calon jamaah haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Kementrian Agama boleh dikelola (ditasharrufkan) untuk hal yang produktif, antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Hasil investasi nantinya menjadi milik calon jamaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan.

Fatwa tersebut sejalan dengan aturan perundang-undangan tentang pengelolaan dana haji, yaitu UU nomor 34 tahun 2014 mengatur bahwa BPKH selaku Wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku Muwakkil (pemberi mandat perwakilan)untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH. Akad wakalah ini ditandatangani oleh calon jamaah haji ketika membayar setoran awal BPIH. Mandat tersebut merupakan pelaksanaan dari akad Wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama dan Bank Penerima Setoran tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.

Pertanyaan:

Bagaimana pandangan syariat mengenai investasi dana haji untuk pembangunan infrastruktur yang direncanakan pemerintah?

Jawaban:

Mempertimbangkan secara ‘Urf (kebiasaan) ada kerelaan hati dari Calon Jamaah Haji (CJH) selaku Muwakkil  bahwa uang mereka akan digunakan untuk investasi. Dan hasilnya akan digunakan untuk mengurangi beban operasional penyelenggaraan haji. Maka langkah pemerintah untuk menginvestasikan dana haji dapat dibenarkan.

Catatan:

Kebijakan pemerintah untuk mengelola dana haji agar lebih produktif dan bermanfaat patut untuk diapresiasi. Karena dengan begitu, pemerintah bisa mencapai beberapa tujuan hanya dengan sekali dayung. Hasilnya pun menjadikan biaya haji lebih terjangkau dan pembangunan infrastruktur yang menjadi ciri khas pemerintahan Presiden Jokowi bisa berjalan. Dan yang terpenting adalah tidak menambah hutang luar negeri yang mana hal tersebut sangat membebani dan berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian di Indonesia.

Namun, dalam konteks ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Satu, pemerintah harus mengalokasikan (tashorruf) dana haji pada instrumen investasi yang sesuai dengan tatanan syariat Islam dengan mengedepankan prinsip kemaslahatan serta keamanan dana.

Dua, tujuan pokok kerja sama antara pemerintah dan Calon Jamaah Haji (CJH) ini adalah untuk kemaslahatan Muwakkil. Yaitu demi kelancaran dan kenyamanan pemberangkatan jamaah haji. Memandang hal tersebut, kepentingan CJH inilah yang perlu diprioritaskan. Dengan artian, Badan Pengelola Keuangan Haji (BKPH) dan pemerintah ikut serta bertanggung jawab bila seandainya kebijakan ini tidak sesuai harapan.

Tiga, mengingat dana yang akan dikelola tidak sedikit, maka pemerintah perlu menunjuk pihak yang terpercaya (Amanah) dan kredibilitas dalam mengelolanya. Serta perlu adanya pengawasan yang memadai secara berkala demi terhindarnya segala macam bentuk penyelewengan dan pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian bagi jamaah haji.

Referensi:

Al-Muhadzdzab, vol I/350.

Bughyah Al-Mustarsyidin, hal 310.

Al-Ashbah wa An-Nadhoir li As-Suyuti, hal 269.

Al-Mantsur fii Al-Qowaid, vol I/309.

Al-Mustashfa, vol I/268-287.

Qowa’id Al-Ahkam, vol I/44, cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyah.

Bughyah Al-Mustarsyidin, hal 148-149.

Bughyah Al-Mustarsyidin, hal 91, cet. Darul Fikr.

Al-Ahkam As-Sulthoniyah, hal 112.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.