Nabi Kita Juga Pernah Bercanda

Nabi Muhammad SAW, sebagaimana kita, juga adalah manusia. Bedanya, beliau adalah manusia pilihan yang mengemban tugas mulia untuk menyebarkan risalah kepada seluruh umat manusia. Sebagai umumnya manusia, beliau juga memiliki sisi manusiawi. Beliau menikah, beliau berjalan di pasar-pasar, beliau bergaul dan bercengkerama dengan sahabat-sahabat beliau, beliau memiliki putra-putri yang beliau sayangi sebagaimana lazimnya kita menyayangi putra-putri kita, dan beliau juga bercanda.

Beliau yang dikenal murah senyum oleh para sahabat-sahabatnya ini sesekali juga membuat orang lain tertawa. Jauh dari gambaran orang awam tentang seseorang berpangkat rasul, yang mencurahkan seluruh hidup dalam sujud. Nabi bukan orang yang demikian, sebab sesekali beliau menyempatkan dan membagi waktu beliau untuk para keluarga dan sahabat. Hanya saja, dengan hati yang tentunya tak pernah sedetikpun melalaikan nama-Nya.

Nabi SAW pernah bercanda dihadapan para sahabat beliau. Rasulullah SAW bersabda, “tidaklah seorang nabi dan rasul kecuali indah wajahnya dan suaranya, seperti nabi kalian ini”, para sahabat sontak tersenyum. Beliau juga turut tersenyum hingga gigi geraham beliau nampak[1].

Satu yang perlu dicatat, tak ada satupun candaan Nabi yang dusta. Dalam sebuah hadis dikisahkan, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, seorang sahabat bertanya kepada Muhammad SAW, “Wahai Rasullallah, apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Rasulullah SAW menjawab, “Benar. Hanya saja saya selalu berkata benar.”[2]

Dengan seorang lelaki beliau pernah bercanda. Ketika itu sang lelaki mendatangi Nabi. Lelaki tersebut berkata, “Bawalah aku ya Rasul.” Nabi menimpali, “aku akan membawamu diatas seekor anak unta.” Lelaki tersebut bingung dan bertanya. “Apa yang bisa aku lakukan dengan seekor anak unta?” Tentulah seekor anak unta tak akan kuat membawa lelaki tersebut diatasnya. Namun Nabi menjelaskan maksud perkataan beliau tadi, ternyata beliau sedang bercanda. “Adakah unta yang bukan anak unta?”[3]

Suatu ketika, Nabi bersabda kepada seorang wanita Anshar. “Susullah suamimu. Karena dimatanya ada putihnya.” Bingung bercampur khawatir, perempuan Anshar tersebut bergegas pulang untuk mengetahui keadaan suaminya. Perempuan tersebut mengamati dengan lekat suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi? “Ada apa kamu kesini?” Tanya sang suami. Masih dengan perasaan khawatir, ia berkata. “Sabda Rasul, dimatamu ada putihnya.” Sang suami menyadari maksud dari sabda Rasul. Ia kemudian menyadarkan istrinya bahwa ia baru saja “dikerjai” oleh Nabi. “Memang, dimataku ada putihnya. Tapi itu bukan karena penyakit.” Tukas sang suami sembari tersenyum[4].

Lain dengan perempuan Anshor diatas, seorang nenek-nenek pernah datang menjumpai Nabi. Maksud hati minta didoakan, si nenek berkata, “Wahai Rasulallah, berdoalah mohon ampun untukku.” Nabi menjawab, “apakah kau tidak tahu, bahwa surga itu tidak dimsuki nenek-nenek?”. Mendengar sabda Nabi tersebut, si nenek kaget. Ia bahkan sampai menjerit histeris. Lalu Rasul tersenyum dan buru-buru menenangkan sang nenek. Menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan “tidak ada nenek-nenek di surga”. “Apakah engkau tidak membaca firman Allah?” Lalu Nabi membacakan surat Al-Waqi’ah ayat ke 35. “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis penuh cinta lagi sebaya umurnya.”[5]

Kita diajarkan untuk peka menyikapi hidup ini. Pandai bersikap menghadapi masyarakat yang berbeda kultur dan sifat. Sesekali tidak masalah bercanda asal ada batasnya, untuk melipur hati. Sebab jika hati lelah, ia akan buta. Seperti apa sabda Nabi. Nabi kita juga mau bercanda kepada para sahabatnya, membuktikan kalau beliau mudah menerima kehadiran siapa saja. Lalu bagaimana dengan kita?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.