Imam Syafi’i; Tokoh Fikih dan Bahasa

ما مسّ أحد محبرة إلا وللشافعي فى عنقه منّة

Tidaklah ada seseorang yang menyentuh tinta, kecuali disitu ada jasa Imam Syafi’i”

Kita mengenal Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris bin Syafi’, wafat 820 M) sebagai tokoh besar pendiri madzhab yang saat ini sedang kita anut, madzhab syafi’iyyah. Salah satu madzhab terbesar yang hingga kini masih bertahan. Beliau membangun pondasi-pondasinya lebih dari seribu tahun lalu, dan hingga kini masih tetap kokoh berdiri. Nama Imam Syafi’i  begitu tenar tidak hanya sebatas itu, beliau memiliki catatan keilmuan dan riwayat yang “sulit ditiru” oleh generasi-generasi selanjutnya. Tapi dibalik itu, jauh sebelum beliau terkenal dengan penguasaan fikihnya, dulu justru beliau lebih tertarik pada disiplin gramatika. Seni tentang bahasa Arab, literatur, sejarah bangsa-bangsa Arab, dan tentu saja, syair. Beliau terkenal sangat fasih, dan menjadi rujukan banyak orang tidak hanya dalam masalah fikih saja, namun jika ada kemusykilan tentang gramatika, bertanya kepada Imam Syafi’i adalah pilihan yang tepat. “Bahkan imam Malik saja kagum akan bacaan beliau, karena beliau orang yang sangat fasih”, komentar Imam Ahmad bin Hanbal kala Imam Syafi’i kecil membaca kitab Al-Muwatho’ langsung dihadapan penyusunnya, Imam Malik bin Anas.

Imam Syafi’i dikenal sebagai salah satu ulama besar yang paling hebat mengolah kata-kata lewat syair. Syair-syairnya khas, tidak seperti kebanyakan penyair tulen lain. Kita mungkin tak akan pernah menemukan syair-syair Imam Syafi’i yang bercerita tentang alangkah indahnya hidup didunia ini, atau tentang tema apapun yang agak “pendek renungan”. Namun kita lebih bisa temukan untaian syair beliau sebagai orang yang memiliki sarat keilmuwan, sarat hikmah dan teladan. Kebanyakan syair beliau, yang terkodifikasikan, berbicara tentang budi pekerti, adab, dan nasihat-nasihat.

وَلاَ حُزْنٌ يَدُومُ وَلاَ سُرورٌ ** ولاَ بؤسٌ عَلَيْكَ وَلاَ رَخَاءُ

Tak ada kesedihan yang kekal, tak ada pula kebahagiaan yang abadi. Tak ada kesengsaraan yang bertahan selamanya, demikian halnya dengan kemakmuran.

Bahkan sampai akhir hayatnya, tatkala Imam Muzani muridnya datang berkunjung, beliau kala itu masih terbaring sakit diatas tempat tidur. Imam Syafi’i menyampaikan sebuah harapan, dan pengakuan. Dalam bentuk syair,

إلـيــك إلـــه الـخـلـق أرفــــع رغـبـتــي # وإن كـنـتُ يــا ذا الـمــن والـجــود مـجـرمـا
ولـمــا قـســا قـلـبـي وضـاقــت مـذاهـبــي # جـعـلـت الـرجــا مـنــي لـعـفـوك سـلـمــا
فـمـا زلــتَ ذا عـفـو عــن الـذنـب لــم تـزل # تــجــود و تـعــفــو مــنـــة وتـكــرمــا
ألــســت الــــذي غـذيـتـنـي وهـديـتـنــي # ولا زلــــت مـنـانــا عــلـــيّ ومـنـعـمــا
عـسـى مــن لــه الإحـســان يـغـفـر زلـتــي # ويـسـتــر أوزاري ومــــا قــــد تـقــدمــا

Kupersembahkan kepada-Mu Tuhan sekalian makhluk akan harapanku. Sekalipun aku seorang yang berdosa wahai yang Maha Pemberi dan Maha Pemurah.

Bilamana keras hatiku dan terasa sempit perjalanan hidupku, kujadikan rayuan dariku sebagai jalan untuk mengharapkan ampunan-Mu

Bilamana Engkau yang memiliki ampunan menghapuskan dosa yang terus menerus ini. Karunia-Mu dan ampunan-Mu adalah merupakan rahmat dan kemuliaan.

Bukankah Engkau yang memberi aku makan serta hidayah kepadaku. Dan janganlah Engkau hapuskan karunia, anugerah dan nikmat itu kepadaku.

Semoga orang yang memiliki ihsan mengampunkan kesalahanku. Dan menutup dosa-dosaku serta setiap perkara yang telah lalu.

Imam Syafi’i kecil memang memiliki ketertarikan akan bahasa Arab. Jauh sebelum rihlah ilmiahnya “benar-benar dimulai”. Ketertarikan ini menjadikan sebuah motivasi besar untuk beliau lebih menguasai bahasa tersebut. Imam Syafi’i kecil bahkan sampai tinggal sementara waktu di pemukiman Bani Hudzail. Suku yang kemampuan berbahasa Arabnya masih sangat asli. Belum tercampur oleh dialek-dialek asing. Pada akhirnya, ketertarikan inilah yang kelak menjadi bekal penting beliau kala menjadi tokoh mujtahid, untuk menggali hukum-hukum islam langsung lewat Alquran dan Al-Hadis. Sebuah kapasitas yang memang hanya dicapai oleh orang-orang yang juga mengerti betul apa itu bahasa Arab.

Menurut cerita Mus’ab bin Abdullah Al-Zubairi, tatkala Imam Syafi’i kecil, yang saat itu telah mahir dan terbiasa mengolah syair naik kendaraan bersama seseorang, Imam Syafi’i kecil menyenandungkan sebuah syair. Dan tak disangka-sangka, tiba-tiba orang dibalik Imam Syafi’i kecil tadi justru memukulnya dengan cambuk.

Orang sepertimu, hilanglah harga dirinya melakukan hal-hal seperti ini.” Kata orang tersebut. Tentu maksudnya, adalah kegemarannya akan bersyair. “Kemana saja kamu tidak belajar fikih!

Kata-kata dan pukulan itu tidak hanya menggetarkan tubuh Imam Syafi’i. namun menggoyahkan batinnya. Ia tertegun dan mulai merenung, untuk mengalihkan minatnya.

Lalu semenjak saat itu, tersebutlah riwayat-riwayat masyhur tentang beliau. Beliau mulai berguru kepada para ulama dan mulai mendalami ilmu fikih. Menurut cerita, beliau telah hafal Alquran diusai yang masih sangat belia. Tujuh tahun, menurut cerita. Tak hanya sampai disitu, beliau juga hafal kitab Al-Muwatho’ diusianya yang ke sepuluh. Kitab setebal itu dihafal hanya dalam waktu tidak sampai sepuluh hari.

Pengakuan muncul dari berbagai kalangan. Semua mengakuinya. Imam Syafi’i adalah tokoh besar. Namun yang kita tahu hanya sekilas, beliau pakar fikih. Ternyata, beliau juga memiliki kemampuan bahasa yang luar biasa. “Dialah Imam Syafi’i, hujjah dalam bahasa Arab dan ilmu-ilmu sejenisnya. Imam Syafi’i telah belajar bahasa Arab hingga sepuluh tahun,bersama dengan kenyataan kalau beliau adalah orang yang baligh dan fasih. Orang yang terlahir dengan lisan Arab.” Puji Imam Nawawi.

One thought on “Imam Syafi’i; Tokoh Fikih dan Bahasa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.