Ada seorang yang tekun beribadah. Dia salah satu umat Bani Israil. Ibadahnya tanpa cela. Tujuh puluh tahun lamanya.
Allah ingin menunjukkannya kepada malaikat. Ia mengutus beberapa dari mereka untuk datang menemuinya. Bukan untuk menunjukkan keistimewaan ibadahnya. Atau menunjukkan betapa mulianya si hamba di sisiNya.
Allah ingin para malaikat itu membawa kabar penting bagi si hamba. Memberi tahu apa yang dikehendaki Allah akan ibadah-ibadahnya.
“Wahai hamba Allah. Ketahuilah. Sungguh, ibadahmu yang banyak itu tak membuatmu pantas masuk surga.”
Tentu mengherankan. Tujuh puluh tahun beribadah ternyata tak menjamin dia mendapat balasan yang mulia. Bukankah sudah selayaknya, berbuat kebaikan mendapat kebaikan pula? Tetapi sang hamba nyatanya tenang-tenang saja. “Saya ini diciptakan Allah untuk beribadah. MenyembahNya. Ya saya beribadah sebisa-bisa saya.”
Malaikat lalu kembali. Mereka menghadap Allah. Melaporkan peristiwa musykil itu.
“Wahai Allah, tuhan kami. Engkau tentu lebih tahu apa yang akan kami katakan.”
Tentu saja Allah tahu. Tahu apa yang telah, sedang, dan akan terjadi.