Legalitas Menolak Pemulangan WNI Eks ISIS bagi Pemerintah

Isu pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) Eks ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) merupakan wacana serius yang perlu dipahami semua elemen masyarakat, khususnya pemerintah Republik Indonesia. Sebagai pemegang kendali kekuasaan yang sah, segala keputusan yang diambil pemerintah haruslah berdasarkan Undang-Undang dengan asas kemaslahatan, sebagaimana telah masyhur dalam kaidah fikih.[1]

Berkaitan dengan menolak pemulangan WNI eks ISIS, dilihat dari sudut pandang syariat, keputusan tersebut merupakan keputusan legal dan sah bagi pemerintah pemerintah apabila ada dugaan kuat bahwa kedatangan mereka akan berpotensi mengancam stabilitas negara dan ketentraman warganya serta tidak ada cara lain yang lebih mashlahat. Imam Ibn Abidin—salah satu ulama madzhab Hanafi—menegaskan sebuah kutipan dalam kitab Radd al-Mukhtar:

أَنَّ مَنْ آذَى النَّاسَ يُنْفَى عَنِ الْبَلَدِ

Sesungguhnya seseorang yang menganggu masyarakat boleh diusir dari sebuah negara.”[2]

Senada dengan hal itu, Abdul Qadir ‘Audah juga menjelaskan secara rinci bagaimana peran sebuah negara mengantisipasi adanya bahaya yang mengancam stabilitas sebuah negara. Dalam karyanya yang berjudul at-Tasyri’ al-Jina’i dipaparkan:

وَيَجُوْزُ لِلدَّوْلَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ عِنْدَ الضَّرُوْرَةِ أَنْ تُبْعِدَ أَيَّ مُسْلِمٍ أَوْ ذِمِّيٍ عَنْ أَرْضِهَا، إِذَا لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ وَسِيْلَةٌ لِدَفْعِ الضَّرُوْرَةِ إِلَّا الْإِبْعَادُ

Dalam keadaan darurat, diperbolehkan bagi pemerintah dengan asas Islam untuk mengusirkan setiap orang Islam atau dzimmi dari wilayahnya apabila di sana tidak ditemukan cara untuk menolak potensi bahaya kecuali dengan cara mengusirnya.”[3]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.