Tabyit atau niat puasa di malam hari wajib hukumnya, waktu untuk berniat dimulai dari tenggelamnya matahari hingga menyingsingnya fajar. Seperti yang kita tahu bahwa berhubungan badan di malam bulan puasa tidak masalah. Bagaimana jika di malam hari sudah niat puasa, lalu berhubungan badan, akankah niat yang sudah diucapkan menjadi batal?
Dengan gamblang dalam kitab Hasyiyah Qulyubi wa ‘Umairah vol. 2 hal 83 tertera kerterangan sebagamana berikut ;
وَالصَّحِيْحُ (أَنَّهُ لَا يَضُرُّ الْأَكْلُ وَالْجِمَاعُ بَعْدَهَا) وَقِيْلَ يَضُرُّ فَيَحْتَاجُ إِلَى تَجْدِيُدِهَا (اي النِّيَةِ) تَحَرُّزًا عَنْ تَخَلُّلِ الْمُنَاقِضِ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِبَادَةِ لَمَّا تَعَذَّرَ اِقْتِرَانُهَا بِهَا
“Pendapat yang sahih mengatakan bahwa tidak menjadi masalah jika makan atau berhubungan badan setelah niat puasa. Sebagian pendapat hal itu mempengaruhi keabsahan niat, sehingga niat butuh untuk diperbaruhi, demi menjaga dari melakukan perkara yang membatalkan puasa di antara niat dan ibadah puasa ketika dirasa sulit untuk niat dan ibadah puasa dikerjakan berbarengan.”
Dari sini terdapat dua pendapat, pertama pendapat yang sahih mengatakan jima’ yang dilakukan setelah niat tidak sampai mempengaruhi keabsahan niat. Sedangkan ada pendapat kedua bahwa hal itu bisa berdampak pada niat, sehingga perlu adanya niat yang baru.
Dengan alasan, bahwa sejatinya istilah niat itu sengaja mengerjakan sesuatu yang dibarengi dengan pengerjaannya, dan ini teramat sulit untuk diterapkan dalam puasa. Boleh dikata kita tidak bisa melakukan niat tepat sebelum terbitnya fajar.
Jika memang tidak merasa sulit untuk niat ulang, sebaiknya lakukan saja. Demi kehati-hatian. Namun juga tidak masalah kalau ingin mengikuti pendapat pertama, karena itu yang paling kuat. Sekian. []
