Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya seorang yang baru menempuh kehidupan baru, dan alhamdulillah tak lama dari pernikihan kami, Allah memberi anugerah buah hati yang sekarang usianya menginjak bulan ke-5. Saat menyusuinya, saya sering melihat putra kecil saya itu memuntahkan lagi ASI yang baru disesapnya. Atau yang dalam bahasa Jawanya dikenal dengan gumoh. Saya pernah mendengar kalau gumoh itu najis, tapi saya ragu, mohon penjelasannya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Risma, Lamongan
_______
Admin | Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Seperti yang telah kita tahu, termasuk dari perkara yang dihukumi najis adalah muntahan, yakni cairan ataupun benda yang keluar dari dalam tubuh, yang di sini berati pencernaan. Muntah terjadi karena ada dorongan dan kontraksi dari otot perut sehingga mengeluarkan isi lambung. Sedikit berbeda dengan muntah, gumoh yang terjadi pada bayi tidak ada dorongan maupun tekanan dari dalam. Cairan gumoh biasanya keluar berbarengan saat bayi sendawa, batuk, tersedak maupun menangis.
Meski gumoh dari sisi sebab keluarnya sedikit berbeda dengan muntah, namun untuk menghukumi status najis atau tidaknya bukan itu yang dilihat oleh syariat. Akan tetapi dari segi keduanya sama-sama keluar dari pencernaan atau minimal dari anggota bagian dalam dari saluran pencernaan, yang mana sudah bersentuhan secara langsung dengan perkara najis yang ada di dalam.
Batasan makanan atau minuman, dalam hal ini berarti ASI, dikatakan sudah sampai bagian dalam tubuh sehingga berkonsekuensi hukum najis jika dimuntahkan, dari kalangan ulama berbeda pandangan.
Menurut Imam Ibnu Hajar makanan atau minuman itu dihukumi najis jika sudah sepenuhnya tertelan dan sampai pada pencernaan secara yakin. Kurang dari itu tidak dikatakan najis atau mutanajis. Sedangkan Imam Ramli membatasinya walau sudah sampai pada makhraj (tempat keluar) huruf Ha’. Yakni area sekitar tenggorokan bagian tengah. Sebab menurut beliau, selepas area tersebut makanan atau minuman sudah diasumsikan bertemu dengan perkara najis. [1]
Terlepas dari dua pendapat di atas, soal hukum najisnya gumoh dihukumi ma’fu (dimaafkan) memandang sulitnya untuk menghindar (ihtiraz).[2] Sebagian mengatakan hukum ma’fu ini sebatas pada mulut bayi, pakaian dan (maaf) puting ibunya, jika memang tidak dirasa sulit untuk menjaga kesucian buah hati kita, maka alangkah baiknya untuk dilakukan.[3] Sekian.[]
baca juga: Dispensasi Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui
jangan lupa follow juga tiktok pondok lirboyo
Hukum Gumoh Bayi
Hukum Gumoh Bayi
[1] فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين (ص: 71)
[2] إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (1/ 102)
[3] تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي (1/ 98)
Dulu waktu ngaji sudah pernah bahas, ketika punya anak ragu karena lupa, alhamdulillah lantaran web bisa belajar lagi
Alhamdulillah..
Gimana kalau akikah yang mbelikan hewannya simbahnya bukan ortunya