Kompetisi Perspektif Ulama Salaf

Kompetisi Perspektif Ulama Salaf

Dunia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Modernisasi mengharuskan kita untuk berkompetisi. Kompetisi membikin pekerjaan lebih dinamis dan mampu memberikan dorongan agar terus tergerak maju. Kompetisi membuat inovasi-inovasi baru untuk perubahan dalam peradaban manusia.

Perihal kompetisi ini—ketika membuka fakta di lapangan—seringkali dimaknai sebagai persaingan yang memunculkan gerak tidak sehat. Ini ditenggarai kuatnya sifat serakah yang melekat pada diri seseorang, sehingga ia hanya memikirkan untuk kenyamanan dan kemenangan pribadi maupun kelompoknya. Pembangunan yang ada, hanya akan membuat kemajuan di satu pihak dan merugikan dipihak yang lain.

Said Buthi Ramadhan dalam Manhaj Hadhorotil Insaniyyah, mengatakan: “Tak henti-hentinya kita temukan sebuah bangsa yang melebarkan pembangunan peradaban dengan cara demikian. Ia akan menyibukkan satu tangannya untuk mengembangkan peradaban dan segala faktor penyebabnya. Dan di waktu yang sama, bangsa tersebut mengulurkan tangan yang lain untuk menyalakan api permusuhan dan peperangan antara satu bangsa dengan bangsa yang lain.”

Pendapat Said Buthi di atas menggambarkan; jika ada bangsa dalam keadaan aman dan tidak ada sedikit yang menampiknya (red: keadaan yang tenang dan tidak terjadi permasalahan apapun), pasti ada negara yang sedang mengalami peperangan.

Contohnya saja bangsa-bangsa dari negara manapun, akan terus saling berlomba-lomba menciptakan alat paling canggih dalam segala hal. Tidak kurang semisal ingin menciptakan pengghancur massal atau nuklir. Dengan pengetahuan dan keilmuan, hal tersebut bisa diciptakan.

Tetapi ketika penemuan telah wujud, jika didiamkan saja, atau tidak diuji coba, bagaimana bisa mengetahui kemanfaatan, atau sekedar melihat dan mengetahui sebatas mana pencapaian itu. Maka Ia menjadikan daerah lain sebagai tempat uji coba. Sebab, ia juga tidak sudi dan tidak mau ketika negaranya hancur.

Kompetisi yang Diinginkan Setiap Insan

Kecenderungan kepada dunia yang menggelora, menyebabkan kenyataan yang diwujudkan manusia tidak seperti asal penciptaannya. Meraka salah pengertian bahwa dunia adalah hal yang mereka cari. Padahal, tidak seperti itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.