Disyariatkannya Rukiah & Keutamaannya | Ruqyah atau rukiah (Arab: رقية) adalah metode penyembuhan dengan cara mendoakan pada orang yang sakit akibat dari ‘ain (mata hasad), sengatan hewan, bisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan jin. Rasulullah Saw., di satu kesempatan, juga pernah merukiah sahabat- sahabatnya dengan Al-Quran. Pada kesempatan lain beliau merukiah dengan doa-doa dan zikir-zikir.
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a., “Bila ada orang di antara kami yang mengeluh sakit, Rasulullah Saw. mengusapnya dengan tangan kanannya sembari memohon, ‘Hilangkanlah penyakitnya, wahai Tuhan seluruh manusia. Sembuhkanlah, sesungguhnya Engkau Maha penyembuh. Tiada kesembuhan selain dari- Mu, kesembuhan yang tiada sakit setelahnya.’”
Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah ra., “Jika Rasulullah Saw. mengeluh sakit, beliau membaca al-mu’awwidzat (ayat-ayat permohonan perlindungan) pada dirinya. Saat sakit Rasulullah Saw. semakin menjadi-jadi, akulah yang membacakan doa tersebut kepadanya lalu mengusap badannya dengan tangannya, dengan harapan mendapatkan keberkahan darinya.”
Dalil dalam al-Quran
Dalil yang paling jelas tentang disyariatkannya rukiah secara syariat ialah firman Allah Swt., “Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS Al-Isra [17]: 82)
Perbedaan antara doa dan rukiah adalah bahwa rukiah dilakukan dengan doa lalu ditambah usapan tangan dan tiupan dengan napas, yaitu tiupan mulut tanpa disertai ludah. Ini menurut pendapat yang paling sah.
Imam Malik, Imam Al-Syafi`i, Ahmad, Ishak, dan Abu Tsaur berpendapat, boleh mengambil upah dari jasa rukiah. Abu Hanifah memisahkan antara mengajar Al-Quran dan rukiah; dia melarang ambil upah dari mengajar Al-Quran dan membolehkannya dari melakukan rukiah.
Dalil Rukiah dalam Hadis
Dalilnya adalah hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim bahwa sejumlah sahabat Rasulullah Saw. sedang berada dalam perjalanan jauh.
Mereka melewati salah satu perkampungan Arab, lalu mereka memohon agar diterima sebagai tamu, tetapi penduduk kampung itu menolak mereka. Penduduk kampung itu kemudian bertanya, “Apakah di antara kalian ada orang yang bisa melakukan rukiah?
Pemimpin kampung kami sedang sakit akibat patukan atau ditimpa musibah.” Salah seorang dari mereka menjawab, ”Ya!” Sahabat itu mendatangi sang kepala kampung lalu merukiahnya dengan membacakan Surah Al-Fatihah kepadanya.
Kepala kampung itu sembuh. Sahabat itu akan diberi sepotong daging kambing, tetapi dia enggan menerimanya hingga menanyakannya terlebih dahulu kepada Rasulullah Saw. Sahabat itu mendatangi Rasulullah Saw. lalu menceritakan kejadian tersebut kepadanya,
“Wahai Rasulullah, demi Allah aku hanya merukiahnya dengan Fâtihatul Kitâb (Surah Al-Fatihah).” Rasulullah Saw. Tersenyum, lalu bersabda, “Tahukah kamu bahwa itu rukiah?” Kemudian beliau melanjutkan, “Ambillah upah dari mereka, dan masukkan aku dalam pembagian kalian.”
An-Nawawi, Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan selainnya menyebutkan bahwa ulama sepakat tentang disyariatkannya rukiah jika memenuhi tiga syarat. Pertama, rukiah dilakukan dengan kalamullah (firman Allah Swt), atau dengan merapalkan asmâ` wa shifât (nama-nama dan sifat- sifat Allah Swt). Kedua, dengan menggunakan bahasa Arab atau dengan bahasa lainnya yang dipahami. Ketiga, berkeyakinan bahwa yang menyembuhkan bukanlah rukiah, tetapi Allah.
Ketiga syarat tersebut didasarkan pada hadis-hadis sahih, seperti hadis riwayat Muslim dari Auf bin Malik Al-Asyjai. Auf mengatakan, “Pada masa jahiliah, kami pernah melakukan rukiah. Maka, kami menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw., ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal tersebut?’ Beliau menjawab, ‘Mohon jelaskan kepadaku cara rukiah kalian! Tidak mengapa melakukan rukiah selama tak mengandung syirik.’”
Sumber : Fiqh as-Sîrah an-Nabawiyyah Karya Dr. Said Ramadhan Al-Buthy
Baca Juga : Usamah bin Zaid; Panglima Perang Muda Islam
1