Beberapa tahun belakangan ini Pondok Pesantren Lirboyo -mungkin juga yang lainnya- kebanjiran santri di bawah umur, ketika awal ajaran baru tiba tidak sedikit dari para pengais ilmu itu dari kalangan anak–anak, meski mungkin tidak pernah di lakukan pendataan langsung, kenyataannya jumlah mereka semakin banyak di jumpai dilingkungan Pondok.
Jauh dari orang tua mungkin sudah biasa bagi usia remaja, namun ketika hal demikian di hadapkan pada anak-anak, adalah sebuah tantangan tersendiri, baik dari sisi orang tua maupun si anak itu .
Lingkungan pesantren, layaknya bengkel yang menangani kerusakan-kerusakan pada sebuah mesin, disana bercampur baur mana yang memang pada awalnya baik dan yang perlu untuk di perbaiki, jadinya pengaruh satu sama lainnya tidaklah bisa di hindari, sehingga semua santri bisa kenal dengan bermacam karakter dan latar belakang teman seperjuangannya.
Biasanya, santri yang masih kecil di jadikan sebagai bahan guyonan, semisal, berhubung usia mereka masih terbilang paling belia, cekletukan kawan-kawannya yang lebih tua “kecil-kecil sudah mondok”, atau yang sedikit rusuh “kamu baligh di pondok ya“ tapi tidaklah perlu di risaukan, yang pasti dengan mau di pesantren semua ingin memperbaiki hidupnya.
Motif orang tua memondokkan anaknya semenjak dini, jelas bermacam-macam. Ada yang mungkin sudah merasa antiklimaks dengan model pendidikan non-pesanten, karena alih-alih kemumpunan siswa dalam intelektual yang di dapat, tapi malah kemerosotan moral yang di bawa pulang, sehingga mereka lebih memercayai prinsip pendidikan model pesantren. atau merasa takut dengan lingkungan yang memprihatinkan di sekitar anak dan bermacam sebab lainnya.
Meskipun demikian patut di sadari, seperti yang telah di singgung di atas, bahwa lingkungan pesantren sangatlah kompleks soal hal-ihwal dan latar belakang santrinya. Sehingga pengaruh lingkungan bisa saja sangat berperan , lebih-lebih pada anak usia dini yang masih sangat labil.