“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus [10]: 3)
Ayat di atas menyuguhkan sebuah renungan kepada para makhluk-Nya. Sebuah renungan yang selalu dilupakan oleh para hamba-Nya. Renungan bahwa segala sesuatu itu hendaknya dilakukan dengan bertahap, tidak dilakukan tergesa-gesa. Dalam ayat tersebut merekam kejadian penciptaan langit dan bumi dalam enam masa. Kenapa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan keduanya dalam jangka cukup lama, tidak dalam sekejap saja. Padahal kita tahu jika Allah adalah Dzat yang ketika ingin mewujudkan sesuatu pasti akan terwujud dan sekejap langsung jadi; “Kun Fayakun”. Diantara ulama yang menginterpretasikan ayat tersebut, ada yang memberikan sebuah statemen jika hikmah dibalik penciptaan langit dan bumi dalam enam masa itu adalah agar para manusia sadar jika segala sesuatu yang ingin dilakukan hendaknya secara bertahap, tidak atau jangan sampai dilakukan dengan adanya ketergesa-gesaan.
Sesuatu yang diidam-idamkan jika terwujud pasti akan memberikan sebuah kesan yang sungguh berarti pada orang yang mempunyai keinginan tersebut. Untuk menuju kesana, tentu diperlukan sebuah usaha keras agar keinginan bisa tercapai dengan sempurna. Dan bukanlah hal yang mudah proses menuju kesana, karena banyak kerikil tajam yang siap menghadang. Setiap individu pasti mempunyai keinginan, namun keinginan itu belum tentu atau tidak akan pernah terwujud jika ia tidak mau melakukan usaha secara intensif. Ini merupakan harga mati jika keinginannya ingin terwujud. Seseorang bisa menyandang gelar ulama, karena berkat usaha keras yang dilakukannya dan yang pasti untuk menempuhnya diperlukan tenggang waktu yang tidak sebentar. Dia harus mempelajari, membahas, menelaah ulang, dan lain sebagainya yang mestinya butuh waktu cukup lama. Tidak bisa diraih secara instan seperti menimba air dari dalam sumur.
Ketika seseorang telah mempunyai suatu keinginan dan dia telah merencanakan usaha untuk kesana dengan membuat beberapa langkah, yang perlu dia lakukan selanjutnya ialah hendaknya menjalaninya dengan pelan-pelan. Sikap ini dibutuhkan karena ketika menjalani suatu hal dengan tanpa adanya kehati-hatian, bisa-bisa ketika telah sampai pada tujuan dia akan sedikit menemui keganjalan karena merasa telah salah arah. Adanya sikap hati-hati yang dimanifestasikan dengan pelan-pelan atau bertahap, sebenarnya berguna untuk menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan. Sedang tindakan tergesa-gesa adalah sebuah kebiasaan yang negatif. Apalagi ciri khas grusa-grusu-nya itu, membuat orang di sekitar menjadi tidak ‘mantap’. Disamping tindakan yang kurang baik, agama pun mengatakan jika tindakan tergesa-gesa merupakan salah satu tindakan musuh bebuyutan kita, setan.
Sebenarnya kalau kita mau merenungkan semua hal yang diciptakan oleh Allah Swt., pasti kita akan menemukan secercah kebeningan hati karena telah merasa mendapat pentunjuk atau hidayah-Nya. Ingat, merenungkan apa yang diciptakan, bukan Yang Menciptakan. Sebab jika pikiran kita merenungkan pada sang Pencipta, akal kita tidak akan pernah menjamah kesana. Bahkan yang paling ditakuti adalah malahan bisa jadi kita tersesat terlalu jauh.
Banyak sekali ayat Alquran yang menyetir tentang perenungan tentang apa-apa yang telah diciptakan-Nya. Seperti dalam surat Ali Imran ayat 190-191: 190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka’.”
Dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa termasuk orang berakal atau kata lainnya pintar adalah orang yang mau berfikir tentang penciptaan langit dan bumi. Tujuan perenungan itu adalah agar mengetahui jika segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi pasti ada hikmahnya. Dan biasanya orang yang mengoptimalkan pikirannya dengan seringnya merenung tentang ciptaan Tuhan, pasti akan mempunyai ide-ide cemerlang. Bahkan tidak hanya sampai di situ, bisa jadi ide itu dikembangkan sehingga menjadi sebuah bidang ilmu khusus, seperti kemajuan teknologi saat ini.
Dalam pembahasan sikap tergesa-gesa, sebenarnya agama Islam juga dalam melarangnya ada banyak sekali hikmah yang terkandung. Hanya saja tidak ada atau jarang yang tahu. Seperti anjuran pelan-pelan ketika makan. Ketika makanan sampai di mulut, ada anjuran sebaiknya tidak langsung ditelan, tapi dikunyah terlebih dahulu sampai benar-benar halus. Hikmah yang terkandung, menurut ahli pencernaan, adalah jika makanan yang masuk ke dalam perut tidak dalam keadaan halus, maka akan merusak lambung, karena lambung adalah termasuk organ tubuh yang sensitif. Makan dengan tenang, tidak tergesa-gesa, dengan tempo sedang, juga akan menghindarkan tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun jadi lebih ringan dan proses pencernaan berjalan sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna dan dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.
Kalau kita sejenak mau melirik kembali tentang historis Nabi tatkala menerima wahyu, mungkin kita akan sadar jika memang perlakuan tergesa-gesa bukanlah hal yang baik. Kisah ini terekam dalam Alquran surat al-Qiyamah ayat 16-19: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”
Dulu, Nabi Muhammad ketika menerima wahyu lewat malaikat Jibril sempat ditegur oleh Allah karena tergesa-gesa menggerakan bibirnya sebelum Jibril membacakan wahyu itu. Teguran kepada Nabi yang terekam rapi dalam Alquran ini secara tidak langsung juga menyuruh kita agar tidak melakukannya.
Dari sedikit ulasan ini mungkin dapat ditarik sehelai benang merah, jika sikap tergesa-gesa itu memang sungguh sikap yang tidak baik diterapkan dalam semua tindakan dan banyak akibat yang fatal jika orang telah terlanjur melakukannya. Oleh karenanya, mulailah dari sekarang kita mengatur pola hidup dengan sikap yang tenang, tidak tergesa-gesa. Disamping karena sikap ini banyak menguntungkan, Allah pun akan menyayangi kita sehingga kita akan mendapatkan pahala dari-Nya. Sebab sikap tenang adalah sikap yang dicintai-Nya. Wallahu A’lam bis Shawab.
Penulis : Zainal Faruq