Dari Syair, Kekecewaan Hingga Sejarah Ilmu Arudl

Bangsa Arab pra-Islam lekat dengan istilah jaman Jahiliyah. Namun pada saat yang sama, bangsa Arab pra-Islam merupakan sebuah entitas masyarakat yang telah mencapai peradaban luhur yang tercermin pada produk budayanya yang terwujud karya sastra berbentuk syair, salah satunya.

Masyarakat Arab pra-Islam sangat menghargai para penyair. Para penyair mempunyai posisi yang sangat penting dalam masyarakat Arab pra-Islam. Semakin tinggi kualitas penyair, semakin menambah kemulyaan si penyair di hadapan masyarakatnya. Untuk mendapat pengakuan sebagai penyair yang unggul, seseorang harus mampu menyampaikan sebuah syair yang mempunyai kedalaman makna yang memuat sanjungan, hinaan, ataupun kritik yang membuat para pendengarnya dibuat sedih, bahagia, ataupun marah.

Tak heran, jika kita membaca buku tarikh Arab atau tarikh Islam kita akan mengetahui posisi penting dalam kehidupan masyarakat Arab, bahkan dalam peperangan sekalipun. Kaab bin Malik merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan penyair. Selain membuat syair untuk memuji Nabi Muhammad SAW, Kaab bin Malik juga menggunakan syairnya untuk menambah semangat juang kaum Muslimin sekaligus menciutkan nyali orang-orang kafir dalam perang Badar.

Sebelumnya, hanya orang tertentu yang mampu membuat syair dengan kualitas tinggi. Sebab hanya seorang penyairlah yang memahami betul cara membuat sebuah syair yang sesuai dengan pakem yang ada. Ilmu-ilmu kepenyairan biasanya hanya bisa dipelajari oleh keluarga penyair secara turun-temurun.

Asal Teori Membuat Ilmu Syair

Teori dalam membuat syair baru ada pada masa Islam, tepatnya kurun kedua kedua Hijriyah. Adalah Imam Kholil ibn Ahmad, seorang ulama pakar bahasa yang merumuskan kaidah-kaidah membuat syair yang kemudian dikenal dengan ilmu Arudl. Mengenai proses kreatif peletakan dasar kaidah ilmu Arudl ini diceritakan dalam sebuah syair yang berbunyi:

علم الخليل رحمة الله عليه * سببه ميل الورى لسبويه

فخرج الآمام يسعى للحرم * يسأل رب اليت من فيض الكرم

فزاده علم العروض  فانتشر * بين الورى فأقبلت له البشر

Imam Kholil bin Ahmad mempunyai seorang murid yang sangat cerdas dan menonjol dibudang linguistik. Beliau masyhur dengan nama Sibawaih. Imam Kholil bin Ahmad sering kualahan menghadapi pertanyaan ataupun sanggahan dari sang murid dalam majelisnya dibidang linguistik dan gramatika Arab. Karena ketekunan dan kecerdasan beliau dalam memahami setiap pelajaran, Imam Sibawaih menjadi sosok murid yang alim dan kebanggaan sang guru. akhirnya tiba waktunya beliau pun pamit kepada Imam Kholil bin Ahmad untuk pulang ke kampung halaman untuk nasyrul ilmi di kota Bashrah.