Adab dalam Memandang | Memandang seseorang agar tidak sampai melukai kepribadian dan hatinya merupakan sesuatu yang sangat perlu diterapkan. Dan hal ini merupakan suatu perkara untuk menjaga perasaan seseorang agar tidak tersakiti.
Dalam kitab At-Tibrul Masbuq fi Nasihatil Muluk Ahli Hikmah Ahli Hikmah mengajarkan kepada kita untuk memandang tiga perkara dengan tiga pandangan. Dijelaskan dalam syahid-nya:
يَنْبَغِيْ أَنْ تَنْظُرَ ثَلَاثَةَ أَشْيَاءَ بِعَيْنٍ ثَلَاثَةٍ. وَهِيَ أَنْ تَنْظُرَ اَلْفُقَرَاءَ بِعَيْنٍ التَّوَاضُعِ لَا بِعَيْنٍ اَلتَّكَبُرِ. وَأَنْ تَنْظُرَ اَلْأَغْنِيَاءَ بِعَيْنٍ النُّصْحِ لَا بِعَيْنِ الْحَسَدِ. وَأَنْ تَنْظُرَ اَلنِّسَاءَ بِعَيْنِ الشَّفَقَةِ لَا بِعَيْنِ الشَّهْوَةِ
“Jika ingin memandang tiga perkara ini, maka pandanglah dengan tiga perkara juga: 1. Jika melihat orang fakir, maka pandanglah dengan rasa tawadhu’, tidak dengan penglihatan takabur. 2. Jika melihat orang kaya, maka memandangnya dengan pandangan yang baik, tidak dengan rasa hasud. 3. Jika melihat wanita, lihat mereka dengan rasa kasih sayang, bukan dengan pandangan syahwat.”
baca juga: Adab Terbangun dari tidur
Demikianlah ahli hikmah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara kita memandang seseorang. Hal ini diharapkan agar seseorang tidak lantas memandang remeh atas perkara yang dilihatnya.
Tidak lupa juga untuk selalu menanamkan prasangka yang baik (husnudzon) ketika memandang seseorang. Dalam kitab Hilyah al-Auliyâ wa Thabaqat al-Ashfiyâ’ terdapat nasihat dari Bakr bin Abdullah yang selalu mengutamakan husnudzon dalam memandang.
كان بكر بن عبد الله إذا رأي شيخًا، قال: هذا خير منّي، عبد الله فبلي، وإذا رأي شابا، قال: هذا خير مني، ارتكبتُ من الذنوب أكثر مما ارتكب،
“Ketika Bakr bin Abdullah (al-Muzani) melihat orang (yang lebih) tua (darinya), ia berkata: “Orang ini lebih baik dariku. Ia telah menyembah (beribadah kepada) Allah lebih dulu dariku.” Ketika ia melihat orang (yang lebih) muda, ia berkata: “Orang ini lebih baik dariku. Aku telah berbuat dosa lebih banyak darinya.”
وكان يقول: عليكم بأمر إن أصبتم أجرتم، وإن أخطأتم لم تأثموا، وإيّاكم وكل أمر، إن أصبتم لم تؤجروا، وإن أخطأتم أثمتم،
(Kemudian) Bakr bin Abdullah al-Muzani berkata: “Berpeganglah kalian pada perkara (amal) yang jika kalian benar, kalian mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian tidak mendapatkan dosa. Berhati-hatilah dengan setiap perkara yang jika kalian benar, kalian tidak mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.”
قيل: ما هو؟
Seseorang bertanya (kepada Bakr al-Muzani): “Apa itu?”
قال: سوء الظن بالناس، فإنكم لو أصبتم لم تؤجروا، وإن أخطأتم أثمتم.
Bakr al-Muzani menjawab: “Prasangka buruk (su’udhan) terhadap manusia. Karena sesungguhnya, meskipun kalian benar, kalian tidak akan mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.”[1]
Semoga dengan menerapkan kriteria ini, keharmonisan dapat diraih dan kasih sayang dapat dirasakan. Timbul juga sifat-sifat yang baik dan hilangnya sifat-sifat yang tidak baik lainnya.[]
[1] Imam Abu Na’îm al- al-Ashbahânî, Hilyah al-Auliyâ wa Thabaqat al-Ashfiyâ’, Kairo: Dar al-Hadits, 2009, juz 2, h. 120
tonton juga: Keutamaan Membaca Dalailul Khoirot | KH. Ahmad Idris Marzuqi
Adab dalam Memandang
0