Keberadaan pemimpin pemerintahan merupakan hal yang sangat urgen. Pasalnya, keberadaan sosok pemimpin memiliki pengaruh dan peran yang begitu besar dalam tatanan kehidupan masyarakat dalam sebuah wilayah tertentu.
Dalam kaca mata syariat Islam, memilih pemimpin bukan sekedar hak, melainkan sebuah kewajiaban kolektif (fardhu kifayah) demi kemaslahatan bersama. Sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Raudhah At-Thalibin:
لاَبُدَّ لِلْأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيْمُ الدِّيْنَ وَيَنْصُرُ السُّنَّةَ وَيَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُوْمِيْنَ وَيَسْتَوْفِي الْحُقُوْقَ وَيَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا قُلْتُ تَوَلِّيُ الْإِمَامَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ
“Tidak bisa dipungkiri, bagi setiap umat untuk memiliki pemimpin yang mampu mendirikan tujuan agama, menolong sunah, berbuat adil pada kezaliman, memenuhi seluruh hak masyarakat dan menempatkannya sesuai tempatnya. Maka aku berkata, mendirikan pemimpin hukumnya fardhu kifayah.”[1]
Demikian pentingnya keberadaan seorang pemimpin. Sehingga sangat disayangkan apabila ada sekelompok orang yang masih enggan bahkan keberatan untuk menggunakan hak pilihnya. Terlebih lagi bahwa pemilihan seorang pemimpin pemerintahan merupakan perantara dalam mendirikan kepemimpinan umat demi tujuan bersama. Dalam kitab Al-Imamah Al-‘Udzma dijelaskan:
اَلْإِمَامَةُ وَسِيْلَةٌ لَا غَايَةٌ وَسِيْلَةٌ إِلَى إِقَامَةِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْىِ عَنِ الْمُنْكَرِ بِمَفْهُوْمِهِ الْوَاسِعِ كَمَا مَرَّ فِى مَقَاصِدِ الْإِمَامَةِ وَهَذَا وَاجِبٌ عَلَى أَفْرَادِ الْأُمَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَحَيْثُ أَنَّهُ لَا يُمْكِنُ الْقِيَامُ بِهِ عَلَى وَجْهِهِ الْأَكْمَلِ إِلَّا بَعْدَ تَنْصِيْبِ إِمَامٍ لِلْمُسْلِمِيْنَ يَقُوْدُهُمْ وَيَنْظُمُ لَهُمْ طَرِيْقَ الْوُصُوْلِ إِلَى الْقِيَامِ بِهَذَا الْوَاجِبِ الْعَامِ لِذَلِكَ
“Kepemimpinan merupakan sebuah perantara, bukanlah tujuan. Yaitu perantara untuk mendirikan perintah kebaikan dan menolak kemunkaran dengan arti luas sebagaimana tujuan kepemimpinan. Hal ini merupakan kewajiban atas setiap individu umat Islam sekiranya tidak mungkin untuk merealisasikan tujuan itu secara sempurna kecuali setelah mengangkat seorang pemimpin bagi umat Islam. pemimpin yang memimpin dan mengatur umat Islam untuk merealisasikan kewajiban bersama.”[2]
[]waAllahu a’lam
[1] Raudlah At-Thalibin, vol. X hal. 42
[2] Al-Imamah Al-‘Udzma, hlm. 158