Banyak kisah yang dikenang KH. Ahmad Mustofa Bisri ketika mesantren di Lirboyo. Salah satunya pernah beliau ungkapkan pada Haul & Haflah Akhirussanah beberapa tahun lalu.
Suatu saat, beliau bersama beberapa kawannya menyusun rencana nakal. Mereka hendak menuju kebun tebu milik sang pengasuh, KH. Marzuqi Dahlan. Sengaja mereka pilih waktu sore hari, karena itu adalah waktu di mana para abdi ndalem yang bertugas merawat kebun tebu pulang beristirahat.
Mereka membayangkan betapa nikmatnya nyesep tebu segar, langsung dari kebunnya. Dari kamar mereka berjalan berdampingan. Tawa dan canda menemani langkah mereka, selayaknya santri ketika berkerumun dengan kawan-kawannya.
Tiba-tiba Gus Mus, panggilan akrab beliau, mendengar namanya dipanggil, “Gus, bade tindak pundi?”[1] Dug. Jantung beliau berhenti berdegup. Suara itu sangat dikenalnya. Suara yang sering didengarnya saat pengajian-pengajian kitab. Suara khas milik seseorang yang telah ditempa pahit manis perjuangan menimba ilmu pengetahuan.
Di depan ndalem, KH. Marzuqi Dahlan melambaikan tangan ke arah beliau.
“Mriki Gus, mriki.”[2]
Kaki yang sebelumnya tegap kini bergetar hebat. Rasa waswas melanda seluruh hati segerombol santri itu. Terbayang niat buruk yang mereka susun di kamar. Rasa sesal memenuhi sekujur tubuh mereka. Sungguh lancang niat kami. Sungguh santri yang tak tahu diri. Mereka melangkah gontai menuju ndalem Mbah Juki—sebuah panggilan yang menunjukkan penghargaan tinggi atas kemuliaan ilmu KH. Marzuqi Dahlan.
“Bade tindak pundi?”
“Mriki Gus.” “Peneran jenengan mriki.[3] Ini saya ada tebu banyak sekali. Jenengan ambil saja Gus.” Gus Mus terdiam. Berdiri memaku. Segerombol santri di belakang beliau juga tampak bengong. Mereka terheran-heran dengan perintah Mbah Juki itu.
“Ambil sesukanya. Kawan-kawannya diajak juga.” Rasa heran yang besar itu tertutupi dengan perasaan gembira yang luar biasa. Segera saja Gus Mus memimpin kawan-kawannya untuk mengambil lonjoran-lonjoran tebu yang tertumpuk di samping ndalem.
Mereka dengan sekuat tenaga menahan rasa gembira itu. Sesampainya di kamar, mereka luapkan segala perasaan yang bertumpang tindih sore itu: takut, khawatir, heran, penasaran, dan gembira teraduk menjadi satu.
______________________
Haul & Haflah Akhirussanah Pondok Pesantren Lirboyo & Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien ke-108 tahun akan dilaksanakan pada Selasa malam Rabu, 09 Sya’ban 1439 H./24 April 2018 M. Insya Allah akan dihadiri oleh KH. Said Aqil Siroj selaku penceramah.
[1] hendak kemana, Gus?
[2] sini Gus, sini.
[3] kebetulan anda datang ke sini.
0