Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Apa yang harus dilakukan ketika kita sudah punya wudu namun ragu apakah wudunya sudah batal atau tidak? Mohon penjelasannya karena ini sering terjadi pada saya pribadi, atau mungkin pada kebanyakan orang pada umumnya. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
(Fani, Surabaya)
____________________________
Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Bagi setiap orang yang memiliki wudu, sering kali terlintas keraguan dalam benak mereka apakah wudunya masih tetap ataukah sudah batal dengan melakukan hal yang dapat membatalkan wudu. Dalam keadaan penuh dilema demikian, maka wudunya tidak dihukumi batal. Alasannya adalah karena yang ia meyakini keadaan suci. Sementara keraguan akan membatalkan wudu yang sebatas asumsi tidak dapat menghilangkan keyakinan sebelumnya.
Imam Abu Ishaq as-Syirazi (w. 1083 H) menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab:
وَمَنْ تَيَقَّنَ الطَّهَارَةَ وَشَكَّ فِي الْحَدَثِ بَنَى عَلَى يَقِيْنِ الطَّهَارَةِ لِأَنَّ الطَّهَارَةَ يَقِيْنٌ فَلَا يُزَالُ ذَلِكَ بِالشَّكِّ وَإِنْ تَيَقَّنَ الْحَدَثَ وَشَكَّ فِي الطَّهَارَةِ بَنَى عَلَى يَقِيْنِ الْحَدَثِ لِأَنَّ الْحَدَثَ يَقِيْنٌ فَلَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
“Seseorang yang yakin suci dan ragu dengan hadas, maka ia menetapkan keyakinan sucinya. Karena keyakinan akan hukum suci tidak dihilangkan dengan keraguan hadas. Begitu pula seseorang yang yakin hadas dan ragu dengan kesuciannya, maka ia menetapkan keyakinan hadasnya. Karena keyakinan akan hukum hadas tidak dihilangkan dengan keraguan suci.”[1]
Kontradiktif antara dilema keyakinan hukum asal dengan keraguan yang baru datang semacam ini berlaku dalam banyak permasalahan. Tak heran, muncullah sebuah kaidah fikih:
اَلْيَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
“Keyakinan
tidak dapat dihilangkan dengan keraguan.”[2] []WaAllahu
a’lam
[1] al-Muhadzdzab, vol. I hlm. 53.
[2] al-Asybah wa an-Nadhair, hlm. 7.
0