Assalamualaikum wr. Wb.
Maaf sebelumnya, perkenalkan nama saya Rifki dari Majalengka. Saya ingin menanyakan terkait sedekah. Ketika kita bersedekah kepada seseorang atau lembaga tertentu atau apapun itu, namun dalam prakteknya ada beberapa yang kita sedekahkan tidak tersalurkan dengan baik. Bahkan ada yang mungkin terlantarkan begitu saja. Seperti sebungkus nasi yang terbuang semisal. Karena semua sudah mendapatkan bagian masing-masing. Pertanyaan saya, apakah ‘sebungkus nasi itu masih bernilai pahala, meningat tidak ada yang menerima dan memakannya?
Wassalamualaikum wr. Wb.
Rifki, Majalengka
______
Waalaikumsalam wr. Wb.
Penanya yang dirahmati Allah, terima kasih berkenan mampir di laman tanya jawab kami, semoga pertanyaan yang Anda ajukan, dan jawaban yang semaksimal mungkin kami berikan bisa membawa kemanfaatan bagi khalayak, amin.
Ibadah tidak melulu tentang sujud, ada hubungan horizontal yang juga bernilai ibadah tinggi, termasuk sedekah di antaranya. Namun, ibadah yang demikian ini untuk bisa bernilai ibadah jika dibarengi dengan niat. Memang niat tidak bisa dilepaskan dalam segala gerak-gerik seorang muslim. Niat menjadi pintu gerbang pertama bagi seluruh amal ibadah, soal ikhlas itu tugas hati. Pengaruhnya pada derajat kali lipat suatu amal.
Ada cerita menarik dalam kitab Ikhtishar yang mengomentari Shahih Bukhari, Nabi menceritakan seorang lelaki yang bersedekah, di luar dugaan ternyata sedekahnya diterima oleh seorang pencuri. Ia baru tahu dari orang lain. Mendengar hal itu, ia justru berujar “Alhamdulillah semua itu kehendak-Mu.”
Keesokannnya ia sedekah lagi. Terulang yang kedua kalinya, sedekah itu sampai di tangan perempuan ‘nakal’. Dan lagi, ucapannya sama. Bahwa semua ini kehendak-Nya. Keesokannya, selayaknya orang yang berjiwa dermawan, ia bersedekah lagi. Untuk yang ke tiga kalinya, harta yang ia sedekahkan kali ini diterima oleh seorang kaya raya. Jelasnya tidak terlalu membutuhkan uluran tangan.
Ia berujar, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, aku sudah bersedekah kepada pencuri, wanita nakal dan orang kaya yang tak membutuhkan.”
Selang beberapa saat, orang tersebut mendengar suara tanpa rupa yang menegurnya, “Sedekahmu kepada pencuri dan wanita itu, siapa tahu bisa menjadikan mereka berhenti dari perbuatan buruknya, sedangkan sedekahmu kepada orang kaya, boleh jadi mampu menggugah hatinya sehingga bisa mengikuti jejakmu.”[1]
Pada kesempatan yang lain, Nabi dihadapkan dengan seorang ayah dan anaknya, mereka tengah dihadapkan pada kejadian yang cukup menggelikan, sang ayah menunaikan sedekahnya di malam hari saat ke masjid, ia berikan begitu saja sedekah itu, tanpa melihat siapa yang menerima. Di samping gelapnya malam tak bisa mengenali wajah seseorang.
Ternyata pada keesokannya, barang sedekahannya ternyata berada di tangan sang anak, “Bukan kamu yang ku kehendaki untuk menerima sedekah itu.” Ujarnya, singkat cerita mereka sepakat menemui Nabi dan mengadukan permasalahannya.
“Kau telah mendapatkan apa yang kau niatkan, Yazid (nama sang ayah). Dan kau Ma’n boleh mengambil sedekah itu.” Begitu Nabi memutuskan sengketa ayah dan anak tersebut.
Berangkat dari kisah ini, Ibn Hajar berpendapat :
قَالَ اِبْنُ حَجَر: وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ نِيَةَ الْمُتَصَدِّقٌ إِذَا كَانَتْ صَالِحَةُ قُبِلَتْ صَدَقَتُهُ وَإِنْ لَمْ تَقَع المَوْقِعَ
“Hadis ini menunjukkan, bahwa jika niat orang yang bersedekah itu benar-benar bersih maka sedekahnya akan tetap diterima meski tidak teralokasikan dengan baik.”[2]
Sehingga, sedekah yang tidak diterima pada seseorang yang dikehendaki, tidak tersalurkan dengan semestinya, bahkan tersia-sia sekalipun, orang yang bersedekah, menurut ulama tetap mendapatkan nilai ibadah. Semua itu berkat niatnya yang dibangun sejak awal. Allahu a’lam. []
[1] اختصار صحيح البخاري وبيان غريبه (2/ 13
[2] الموسوعة الفقهية الكويتية (33/ 99)
Baca juga: Tingkatan dalam Ranah Tasawuf
Simak juga: KULIAH UMUM MA’HAD ALY bersama Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
Sedekah Tidak Tepat Sasaran
Sedekah Tidak Tepat Sasaran