Fuqoha Sab’ah:
Tujuh Tabi’in Ahli Fiqh Madinah
-KH. Maimoen Zubair-
Tujuh ahli fikih yang dimaksud Mbah Maimoen Zubair adalah: Ubaidillah bin Abdillah ‘Utbah bin Mas’ud Al-Hudazli (W 94 H), ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-Awwaam (W 94 H), Al-Qaasim bin Muhammad bin Abu Bakar (W 106 H), Sa’id bin Musayyib (W 94 H), Abu Bakar bin Abdurrahman Al-Makhzuumi (W 94 H), Sulaiman bin Yasaar (W 107 H), Khorijah bin Zaid (W 99 H).
Abu Bakar bin Abdurrahman Al-Makhzuumi
Alunan Syair Dari Lautan Ilmu
Nama Lengkap dan Latar Belakang Beliau
Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzuum. Lahir pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, beliau memiliki gelar “Ar-Rahib Quraisy” karena ketaatan beliau dalam beribadah, terkenal banyak shalat dan berpuasa. Selain itu, beliau juga termasuk pembesar di kalumnya.
Abu Bakar bin Abdurrahman dilahirkan oleh pasangan dari Bani Makhzuum. Sarah binti Hisyam bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzuum sebagai ibu beliau dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam sebagai ayah. Sang ayah sendiri merupakan tokoh besar tabi’in dan dimuliakan di tengah-tengah kaumnya, memiliki pandangan dan pemikiran yang tajam. Ayah beliau dilahirkan ketika Rasulullah SAW masih hidup, namun tidak diketahui apakah beliau termasuk shahabat atau bukan.
Beliau memiliki banyak keturunan dan saudara, beberapa dari anak Abu Bakar bin Abdurrahman adalah : Abdullah, Salamah, Mujahid, Abdul Malik, dan Umar. Sedang, sebagian saudara kandung beliau di antaranya : Abdullah, Ikrimah, Muhammad, Mughirah, Yahya, Aisyah dan Ummu Harits.
Kepribadian Beliau
Abu Bakar bin Abdurrahman merupakan tokoh Quraisy yang tidak dapat disangkal kemuliaan dan kedudukannya. Salah seorang pemimpin kaum muslimin usai masa sahabat Muhajirin dan Anshar. Beliau seorang tabiin yang tsiqqoh serta terkenal sebagai pribadi yang mampu menggabungkan antara ilmu, amal dan kemuliaan.
Beliau memang memiliki kekurangan pada fisik. Allah mengujinya dengan mata yang tidak bisa melihat. Namun, hal itu bukan halangan untuk meniti jalan panjang guna menuntut ilmu. Beliau lebih mengutamakan ketajaman mata hatinya daripada indra penglihatan, sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Terbukti, Allah menggantikan apa yang telah hilang darinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik.
Ahli Hadis
Dikenal sebagai ahli hadis yang memiliki banyak riwayat dan meriwayatkan banyak hadits dari sahabat-sahabat generasi pertama. Beliau meriwayatkan hadits dari ayahnya sendiri—Abdurrahman bin Harits, Ammar bin Yasir, Abdullah bin Mas’ud, Ummil Mukminin Aisyah, Ummu Salamah, Abu Hurairah, Asma’ binti Umais dan lainnya. Adapun ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Umar bin Abdul Aziz dan anak-anak beliau, Ibnu shihab Azzuhri dan lainnya.
Beliau juga terkenal sebagai ulama Madinah yang paling banyak menghafal hadits, juga yang paling banyak mengamalkan tuntunan Qur’an dan sunnah Nabi. Sebagai ahli hadis yang fasih dan rawi yang berpengaruh besar, beliau adalah tabi’in senior dan terhormat dari kaumnya.
Beliau pernah berkata: “Ilmu itu untuk salah satu dari tiga golongan orang : Bagi orang yang mempunyai nasab tinggi, kiranya dengan ilmu itu ia semakin menghiasi nasabnya. Bagi orang yang beragama, maka dengan ilmu itu ia menghiasi agamanya. Atau bagi penguasa, maka dengannya ia dapat melakukan perbaikan.”
Riwayat dari Abu Bakar bin Abdurrahman banyak dijumpai dalam berbagai kitab Musnad dan Hadits yang terkenal. Sebagian besar riwayat beliau bersumber dari Aisyah dan Abu Hurairah.
Dalam Dunia Fikih
Sebagai seorang ulama Abu Bakar bin Abdurrahman berfatwa berdasarkan nash dalam Qur’an dan hadis, serta fatwa sahabat. Ketika beliau tidak menemukan, maka beliau berijtihad dengan pengamatan, pengkajian dan kesimpulan—ra’yu—yang beliau lakukan sendiri. Termasuk tokoh dan guru bagi pelajar fikih di Madinah, karenanya pembelajaran fikih di sana memiliki karakterstik yang khas.
Abu Bakar bin Abdurrahman mempunyai majelis ilmu yang besar di Madinah. Majelisnya menjadi tujuan para pencari ilmu. Mereka mengkaji hadits dan fatwa sahabat. Abu Bakar dan tujuh ahli fiqih Madinah berpendapat bahwa orang-orang yang berasal dari dua kota suci (Makkah dan Madinah) adalah orang yang paling mantap kajian fikihnya. Pokok-pokok madzhab mereka berasal dari fatwa-fatwa Abdullah bin Umar, Aisyah, Ibnu Abbas dan keputusan-keputusan para Qadhi ahli Madinah. Mereka memadukan semua yang dapatkan, lalu mengkajinya secara cermat dan memeriksanya secara mendetail.
Semua ini membuat kita sadar bahwa pemberian nama al-Fuqaha as-Sab’ah (Tujuh Ahli fiqih), dan Abu Bakar bin Abdurrahman adalah salah satunya, tidak datang secara kebetulan. Tetapi hasil pengorbanan dan pemurnian riwayat. Jumlah yang besar dari hadits yang Rasulullah SAW riwayatkan senantiasa melekat di dalam ingatan al-Fuqaha as-Sab’ah. Kemudian hadits-hadits tersebut dijadikan sumber dalam ilmu fikih—sekaligus kunci pembukanya, juga saksi atas ulama-ulama yang dipandang mulia oleh kaum muslimin di penjuru dunia karena ilmu yang dimilikinya.
Abu Bakar bin Abdurrahman dermawan dalam memberikan ilmu, agar murid-muridnya bisa mengkaji dan menyebarluaskan ilmu tanpa henti. Rumah beliau menjadi tujuan bagi para pencari ilmu, terutama bagi orang-orang yang suka meminta fatwa tentang persoalan agama dan solusi masalah duniawi yang senantiasa berkembang dan mesti mendapatkan penjelasan. Beragam masalah itu menjadi nyata dalam fatwa Abu Bakar.
Yang Disegani
Khalifah Abdul Malik bin Marwan sangat menyukai dan menghormati Abu Bakar bin Abdurrahman. Tidak lain karena Abu Bakar merupakan tokoh mulia bagi kaumnya, seorang “Rahib Quraisy” seperti yang disematkan para ahli fiqih maupun tabi’in yang terpercaya.
Mengenai kedudukan Abu Bakar, Khalifah Abdul Malik pernah berkata, “Demi Allah. Sesungguhnya aku ingin melakukan sesuatu terhadap penduduk Madinah karena buruknya sikap mereka terhadap kami. Namun aku ingat, di sana terdapat Abu Bakar bin Abdurrahman. Aku malu kepadanya. Lalu aku tak mewujudkan niat tersebut.”
Ahli Ibadah
Selain alim, Abu Bakar bin Abdurrahman juga dikenal sebagai ahli ibadah, khusyu’ dalam shalat, memperbanyak kesunnahan, dan sering berpuasa. Seorang sahabat beliau pernah berkata, “Abu Bakar selalu berpuasa dan tak mau berbuka (meninggalkannya)”. Tak pernah ada suatu kewajiban yang terlewatkan kecuali beliau mengikutkannya dengan amal sholeh.
Cacat dan penyakit yang menghalangi beliau beribadah kepada Allah SWT hanya dianggap hal kecil. Suatu ketika beliau sakit di bagian tangan dan saat sujud luka itu terasa sangat menyakitkan. Beliau meminta keluarganya menyediakan wadah berisi air, lalu meletakkan tangannya saat sujud. Begitulah kegigihan beliau menghadapi kesulitan agar bisa tetap beribadah.
Wafat Beliau
Pada tahun 94 H. (712 M.) beliau wafat. Tahun tersebut dikenal dengan sebutan tahunnya ahli fikih, karena di tahun itu banyak ahli fikih yang meninggal dunia.
Pada suatu hari di tahun tersebut, seorang muadzin mengumandangan adzan shalat Ashar. Abu Bakar bin Abdurrahman pun berwudhu, beristighfar, bertakbir, dan melaksanakan shalat Ashar berjamaah di Masjid Rasulullah SAW di Madinah. Usai shalat beliau berkata kepada murid-muridnya, “Sungguh aku tidak berhadas sama sekali pada permulaan siang hari ini.” Beliau terus mengulang kata-kata tersebut.
Kemudian beliau pulang ke rumah, masuk kamar mandi, lalu terjatuh dan pingsan. Maka berkumpulah seluruh putra beliau, keluarganya, dan saudara beliau yang mengikuti jejaknya dalam bidang hadis dan fikih. Mereka pun membawa beliau ke tempat tidur.
Sebelum muadzin mengumandangkan adzan Maghrib di Masjid Rasulullah SAW, seseorang berseru di Madinah, mengucapkan kalimat istirja’, dan berkata, “Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits rahimahullahu ta’ala telah meninggal dunia. Ruhnya telah naik ke para shoddiqin, dalam persahabatan para penghuni surga Na’im, dan dalam persahabatan kaum Muhajirin dan Anshar yang telah mereka ikuti jejaknya dengan sebaik-baiknya pada hari kiamat.” Maka, murid-murid beliau melaksanakan shalat Maghrib tanpa kehadiran syekhnya. Sungguh, mereka dilanda kesedihan yang mendalam. Akan tetapi mereka tetap terus mengucapkan kalimat istirja’ sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bertakwa. Innalillahi wa innalillahi roji’un.
Di Madinah terdengar seseorang berteriak, membaca Qur’an surat Al-Fajr ayat 27 sampai 30,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠﴾
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku.”
Inilah potongan terakhir dari hikayat Tujuh Tabi’in Ahli Fiqh Madinah (al-Fuqaha as-Sab’ah). Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu merahmati beliau-beliau. Dan, semoga pula dengan mempelajari sejarah beliau, kita dapat memperoleh futuh Allah, menjadi generasi berikutnya, penerus tongkat estafet, menyebarkan ilmu dan kebaikan yang bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama. Amin.
Al fatihah…[]
Baca juga: Imam An-Nawawi: Sang Idoa Fuqoha Masa Kini.
Simak juga: Dzikir Penentram Jiwa | K.H. An’im Falahuddin Mahrus
0